Judul: Prodigy (Legend #2)
Pengarang: Marie Lu
Penerbit: Mizan Fantasi
Penerjemah: Lelita Primadani
Editor: Dyah Agustine
Proofreader: Emi Kusmiati
Jumlah halaman: 467 halaman
ISBN: 978-979-433-806-3
Cetakan 1, Agustus 2012
Segmen: Remaja, dewasa muda
Genre: Dystopia, action, romance
Harga: 49.000
Rate: ★★★½
Pengarang: Marie Lu
Penerbit: Mizan Fantasi
Penerjemah: Lelita Primadani
Editor: Dyah Agustine
Proofreader: Emi Kusmiati
Jumlah halaman: 467 halaman
ISBN: 978-979-433-806-3
Cetakan 1, Agustus 2012
Segmen: Remaja, dewasa muda
Genre: Dystopia, action, romance
Harga: 49.000
Rate: ★★★½
Day dan June berhasil lolos dari cengkraman Republik, pilihan mereka hanyalah meminta tolong kepada kelompok Patriot. Selain karena Tess sudah lebih dahulu ikut dengan kelompok Patriot, Day membutuhkan bantuan untuk mengobati kakinya yang mengalami luka parah dan juga menemukan adiknya Eden yang disekap oleh Republik.
Namun meminta bantuan pada kelompok Patriot tidaklah gratis. Sebab Patriot menuntut balas jasa dari June dan Day demi menuntaskan misi mereka untuk menggulingkan pemerintahan Republik yang sekarang dipimpin oleh Elector muda yang baru terpilih menggantikan ayahnya, Anden.
Patriot membutuhkan Day untuk menjadi api pengobar pemberontakan dalam melawan Republik, sementara June bertugas sebagai umpan yang akan menggiring pembunuhan Elector. Day yang membenci Republik dan butuh bantuan Republik untuk membebaskan adiknya langsung setuju, sementara June yang menjadi agen ganda dan bertemu sang Elector, menemukan rahasia kalau Elector Republik yang baru, Anden, tidak seperti para Elector Republik sebelumnya. Anden tidak kejam seperti yang selama ini disangka orang.
Untuk pertama kalinya sejak kebersamaan mereka, Day dan June harus memilih satu sama lain, siapa yang harus mereka percayai?
Buku YA Dystopia ini salah satu buku YA yang mempunyai rating bagus di goodreads tapi lagi-lagi saya hanya merasa biasa saja sepanjang membacanya. Mungkin memang pertanda saya sudah tidak cocok lagi baca YA atau jenuh dengan buku-buku dystopia. Tapi dibilang tidak cocok dan jenuh, bulan Januari lalu saya merasa senang banget baca Unwind dan saya kasih rate bintang 5, walau sebulan kemudian giliran Allegiant malah sebaliknya, dari sini saya pikir bukan masalah YA atau genre tapi lebih ke buku itu sendiri.
Balik ke Prodigy, di sekuel kedua dari Legend ini, menurut saya dari segi plot, cerita, world building atau setting dan tentu saja karakter lebih baik dari buku pertamanya. Dari segi cerita lebih solid. Dari segi karakter lebih manusiawi. Dari segi konsep dunia dystopia atau world buildingnya lebih jelas, dan yang pasti ada twist.
Thought about overall story
Jujur waktu buku pertama, saya rada bingung sama ceritanya, karena selain POV Day dan June yang mirip, konsep dunia dystopianya juga masih kurang penjelasan. Cuma nangkepnya, Marie Lu berusaha buat cerita romance star-crossed lovers ala Robin Hood dengan setting dystopia dan karakter-karakter anak-anak yang sempurna seperti super hero. Untungnya di buka kedua saya mulai paham arah ceritanya, walaupun terasa beberapa bagiannya kok jadi mirip-mirip sama The Hunger Games.
Misal saat Day didaulat sebagai simbol atau api untuk mengobarkan pemberontakan, waktu bacanya bagian itu saya berasa dejavu ingat sama Katniss waktu dijadikan simbol Mockingjay buat melawan Capitol. Begitu pula waktu kaki Day luka parah sampai dagingnya busuk, jadi ingat Peete di buku pertama yang kakinya juga luka sampai harus diganti kaki palsu, yah Day kurang lebih akhirnya juga seperti itu. Hanya saja Katnissnya di sini bukan June tapi Day, karena di buku kedua ini karakter Day jadi mirip Katniss yang insecure dan kadang suka berprasangka buruk, soal karakter nanti saya bahas di bawah.
Konsep dystopia
Selain cerita yang lebih terarah, konsep dunia dystopia dalam Prodigy juga sudah lebih jelas. Jika di Legend masih ada beberapa hal yang bikin saya bertanya-tanya mengenai dunia dystopia-nya beberapa sudah ada jawabannya di Prodigy. Seperti apa penyebab sistem pemerintahannya menjadi militer? Apa penyebab Amerika Serikat perang dan memperebutkan tanah? Semua jawabannya ada di Prodigy yang untungnya teori Marie Lu akan penyebab sistem dystopianya masih masuk akal dan tidak maksa seperti Veronica Roth di Allegiant, ih kok saya bawaannya bully Divergent terus ya.
Jadi sistem militer dipakai untuk mengontrol masyarakat agar patuh terhadap pemerintah (yah mungkin kalau militer itu tingkat disiplinnya tinggi) dan Ujian juga dipakai sebagai salah satu cara untuk mengendalikan populasi agar negara bisa mendapatkan rakyat dengan gen-gen terbaik. Juga saya suka karena Marie Lu di sini memperlihatkan pandangan negara lain akan kondisi Amerika yang kacau. Yang pasti lucu aja, karena Amerika Serikat dalam perspektif negara lain di sini digambarkan seperti Korea Utara yang penduduknya terisolir dari dunia luar dan pemerintahnya keras kepala.
Karakter
Oke, kalau ada kemajuan atau perubahan paling menonjol di Prodigy itu ada pada karakter-karakternya. Karena kalau di Legend, saya merasa Day dan June itu terlalu sempurna atau Marie Lu terlalu kentara fangirlingnya ke Day dan June, maka di buku kedua penulis memberi mereka sesuatu yang membuat karakter keduanya lebih realistis dan juga manusiwi, terutama Day, yaitu flaws atau ketidaksempurnaan pada karakter. Dan saya suka akan karakter yang mempunyai kelemahan, karena nobody's perfect, right?
Di sini Day meski masih tangguh tapi dia juga dikasih lihat sisi rapuhnya, yaitu insecure. Terutama kalau sudah menyangkut urusan asmaranya terhadap June. Day yang dari kawasan kumuh, miskin merasa dirinya kurang cocok disandingkan sama June yang berasal dari kelas sosial tinggi, apalagi di sini penulis mulai nambah saingan dari segi Day maupun June. Dan saya suka karena karakter-karakter pendampingnya macam Tess dan Anden sudah bukan lagi sekedar pelengkap atau tempelan saja seperti waktu di Legend. Karena masing-masing karakter pembantu mempunyai peran di sini, baik itu sebagai bumbu penyedap konflik atau untuk memperkuat plot cerita. Walau kalau saya pikir-pikir kasihan banget yah Kaede, karena penulis membuat karakter Kaede ini seperti habis manis sepah dibuang.
Tapi untungnya, Day dan June tidak menjadi karakter yang galauan karena harus milih antara Tess atau June (buat Day) atau Anden atau Day (buat June), walaupun ada kalanya mereka berpikir mengenai pilihan asmara mereka, tapi untungnya hanya sekelebatan dan tidak sampai berlarut-larut alias menjadi karakter galau. Dalam hal ini, saya senang Marie Lu membuat Day dan June tetap setia satu sama lain meski kadang tidak yakin akibat kondisi dan latar belakang keduanya yang berbeda 180 derajat.
Kalau Day sudah diperlihatkan bagian insecurenya, tapi untuk June masih tetap terlihat sempurna. Yang paling menonjol dari karakter June ini ketenangan, control emosi dan daya analisanya. Mungkin karena masih terasa flawless, saya tetap susah nyambung sama karakter June. Mungkin karena June itu prodigy yah dan tidak semua orang bisa bertemu anak prodigy #abaikan.
Twist
Meski ada beberapa twist, saya merasa twistnya masih ketebak, justru twist yang bikin penasaran malah kurang dibahas. Dari beberapa twist, saya malah penasaran sama Metias dan Thomas.
I still don't like:
1. Multipple 1st person POV. Walau ada perbaikan karena penuturan karakternya sudah tidak terlalu mirip lagi kayak di Legend, tapi saya merasa hasil eksekusinya akan lebih mantap seandainya tidak menggunakan 1st person POV. Yah daripada Allegiant yang POV Tris dan Four mirip banget gaya penuturannya, duh ini kenapa balik buly Allegiant lagi sih, sekiranya multiple 1st person POV di Prodigy sudah bisa dibedakan antara penuturan Day atau June.
2. Terjemahannya cukup oke, tapi masih terasa kaku dan kurang luwes. Saya tidak tahu sih secara saya tidak baca versi aslinya, tapi saya merasanya begitu.
3. Cover. Desain sampul lebih baik dari Legend tapi tetap masih masuk kategori "lame cover".
4. Kentang. Bagian negara Koloninya berasa tanggung banget pembahasannya dan saya masih bingung sama sistem dystopia di Koloni, berasa bagian Koloninya terburu-buru banget.
Reviewed by:
Lucky No. 15 RC: One Word Only
Kalau aku,secara garis besar,puas dengan trilogi legend.Suasana distopianya lebih terasa internasional.Bencana banjir besar yg jadi akar perubahan besar di semesta Legend terasa sangat mungkin terjadi,dibanding percobaan genetika ala Divergent.Secara karakter juga June lebih tangguh dan tidak mudah galau seperti Katniss.Kalau soal heroine alias jagoan cewe aku masih prefer ke Tris Divergent.Meski world building di Divergent menurutku agak aneh.Setelah menamatkan Allegiant cuma bisa bilang ealah (maklum arek Suroboyo hehehe)
BalasHapus