Judul buku: Stolen Songbird (The Malediction Trilogy #1)
Pengarang: Danielle L. Jensen
Penerbit: Fantasious
Penerjemah: Nadya Andwiani
Jumlah halaman: 493 halaman
ISBN: 978-602-0900-04-9
Cetakan 1, November 2014
Segmen: Remaja, dewasa muda
Genre: Fantasy, romance
Buku ini sudah lama terbit, dan unsur kata "troll" membuat saya memasukkan buku ini ke dalam daftar keinginan. Beruntung saya terpilih sebagai salah satu pemenang YA reading challenge yang pernah dihost oleh Tammy dari Teatime & Books dan saya memilih Stolen Songbird sebagai hadiahnya. Dan setelah lama mengendap di lemari, maka saya memutuskan memilih buku ini sebagai PosBar BBI untuk bulan Maret.
Cerita:
Cecile de Troyes sudah lama bercita-cita menjadi penyanyi opera mengikuti jejak sang ibu. Sayangnya pada suatu malam menjelang kepergian Cecile untuk meniti karir sebagai penyanyi opera, ia diculik oleh seorang pria bernama Luc.
Cecile dibawa ke suatu negeri yang bernama Trollus yang berisikan mahluk-mahluk yang disebut troll. Pria bernama Luc tersebut menculik dan menjual Cecile kepada keluarga kerajaan Trollus karena adanya ramalan yang mengatakan pertalian Cecile sang putri manusia dengan pangeran Trollus dapat menghilangkan kutukan bangsa troll. Selama ratusan tahun, bangsa troll dikutuk terkurung dalam negeri Trollus dengan gunung yang siap menimpa negeri tersebut kapan saja. Hanya sihir para troll-lah yang menahan gunung tidak menimpa negeri Trollus.
Bagaimanakah nasib Cecile di negeri para troll?
Lady Storytelling said:
Dari berbagai mahluk mitologi, boleh dibilang jarang sekali ada yang membahas mengenai troll. Troll tidak populer dibanding manusia serigala, vampire, hantu, zombie, peri, dan sejenisnya. Saya pun penasaran dengan unsur romance dalam buku ini, karena bayangan saya akan troll pada umumnya adalah buruk rupa, jadi sempat mikir mungkin buku ini akan menampilkan sosok karakter yang secara fisik tidaklah cakap. Sementara buku romance biasanya menampilkan sosok-sosok rupawan.
Namun ternyata, bayangan saya akan troll berbeda 180 derajat dengan troll dalam buku ini. Sebab troll dalam buku jauh dari buruk rupa, rupa troll dalam buku justru sangat rupawan (meski beberapa memang ada yang buruk rupa, tapi saya lihat secara keseluruhan, mereka rupawan). Dan yang bikin agak kecewa, ternyata troll di sini tuh bukan beneran troll. Saya pun sempat ngetwit kalau cara-cara pemerintahan Trollus ini mengingatkan saya akan kaum peri/elf/fae. And I was right about it.
Kalau ada yang mengira apa buku ini sejenis Twilight versi troll? maka jawaban saya, ada benarnya tapi dengan plot cerita yang lebih baik dan rumit daripada Twilight.
Plot Politik
Saya membayangkan andaikan Cecile berdarah campuran dan bukan manusia, mungkin ceritanya akan lebih menarik, secara darah campuran lebih memiliki kepentingan di Trollus. Kalau saya jadi Cecile, saya mungkin tidak akan terlalu peduli dengan urusan politik dan diskriminasi di Trollus, dan lebih memilih mencari cara untuk melarikan diri. Karena saya tidak merasa kalau Trollus itu dunia saya. Toh Cecile datang ke Trollus karena dipaksa (diculik).
Namun penulis cukup pintar meramu beberapa adegan yang akan membuat pembaca berempati dengan perlakuan para troll berdarah murni terhadap mereka yang berdarah campuran. Seperti saat seorang budak darah campuran bernama Lessa yang mengalami kekejaman majikan dan juga bagaimana keadaan dan nasib para penambang yang semuanya berdarah campuran.
"Ada faksi kecil di dalam Trollus yang mendesak perlakuan lebih baik bagi para darah campuran-kesetaraan, bahkan. Sekarang ini, anak mana pun yang tidak berdarah murni terlahir untuk menjadi budak.
Mereka diperdagangkan layaknya binatang sampai terlalu tua untuk bisa berguna, kemudian ditinggalkan dalam labirin sebagai umpan sluag."
Pada dasarnya plot diskriminasi adalah plot umum yang bisa terjadi dalam dunia apa pun, fantasi ataupun nyata. Jadi saya kira pembaca akan mudah paham dan masuk ke dalam cerita ini.
Penulis juga membuat alasan, mengapa darah campuran dipandang hina oleh mereka yang berdarah murni:
"Ucapan Tristan bergaung di benakku. Di Trollus, kekuatan adalah raja. Justru karena kuatlah dia tidak berada di bawah sini."
"Apakah kau tahu bahwa ketika bayi terlahir dengan darah separuh troll separuh manusia, kekuatan sihirnya tidak pernah mencapai setengah dari kekuatan sihir orang tua troll-nya? Dan jika anak itu menikah dengan manusia, anak yang dihasilkan hampir bisa dipastikan takkan bisa memiliki sihir apa pun.
"Sihirlah," lanjutnya, "yang menjadikan kami ras yang superior. Tindakan apa pun untuk menghilangkannya merupakan penistaan."
Seandainya settingnya di masa kekinian, saya rasa bangsa troll tidak akan superior. Manusia memang tidak punya sihir, tapi manusia punya tech atau teknologi. (Ini sih pendapat iseng saya saja).
Unsur fantasy dan sihir:
BTW, menurut saya novel ini berpotensi menjadi high fantasy seandainya penulis mengurangi unsur romance, mengganti POV menjadi sudut pandang orang ketiga (BTW, ada 2 POV di sini, yaitu 90% Cecile dan sisanya Tristan). Dan Cecile berdarah campuran alih-alih manusia, mungkin ceritanya akan lebih epik. Satu lagi, saya tidak suka penggambaran ras troll yang terlalu kuat alias semi dewa, meski di saat terakhir, penulis memberitahu mereka juga punya kelemahan. (Jadi inget vampire versi Stephanie Meyer yang diciptakan terlalu sempurna sampai bling-bling).
Untuk sihir, sebenarnya tidak ada yang baru dalam hal sihir troll, malah saya merasa penulis agak malas mengeksekusi sihir troll yang serba praktis itu. Saya juga masih kurang paham mengapa bisa ada sihir manusia dan sihir troll. Karena para penyihir dalam dunia Harry Potter pun harus belajar sihir dulu untuk benar-benar mahir. Ya sudahlah, jangan dibandingkan dengan Harry Potter.
Satu hal yang menarik, adalah kaum troll juga mempunyai kelemahan tidak bisa berbohong. Termasuk menepati janji.
Satu hal yang menarik, adalah kaum troll juga mempunyai kelemahan tidak bisa berbohong. Termasuk menepati janji.
"Ketika mereka berjanji, mereka pasti akan menepatinya, tak peduli berapa pun harganya bagi mereka. Karena itulah mereka hampir tidak pernah menjanjikan apa pun secara cuma-cuma." ~hal 111.
Yang bikin tidak suka:
The Romance
Saya setuju sama review Ren dan Dewi yang bilang unsur romensnya terlalu Twilight. Untung Cecile masih lebih oke daripada Bella, meski tindakannya suka gegabah tanpa pikir panjang. Dan Tristan, yah bagi saya Tristan cuma bocah idealist. Saya sendiri biasa saja dengan karakter Cecile dan Tristan. Semoga di buku selanjutnya karakter mereka lebih berkembang.
Dan mengenai Pertalian (pernikahan) di sini, alih-alih romantis, entah mengapa justru mengingatkan saya dengan lagu dari Band Naif yang berjudul Posesif.
Dan mengenai Pertalian (pernikahan) di sini, alih-alih romantis, entah mengapa justru mengingatkan saya dengan lagu dari Band Naif yang berjudul Posesif.
Bila ku mati, kau juga mati
Walau tak ada cinta sehidup semati
Jadilah engkau milikku selalu .. utuh
Tanpa tersentuh .. cuma aku
BTW, untuk karakter, saya lebih suka karakter Marc di sini, karena dia real gentleman. Dan karakter kedua yang saya suka justru villainnya, yaitu Raja Thibault. Dia kejam, tapi bukan jenis villain yang megalomaniak, namun yang cerdas dengan caranya sendiri dan motifnya juga cukup masuk akal. Untuk si kembar Vincent dan Victoria, saya suka, namun peran mereka masih sebatas pemanis atau pelengkap saja di buku pertama. O ya saya juga lebih suka Anais daripada Cecile. Mungkin karena karakter Anais yang keras & tegas lebih membuat penasaran.
Setting. Tidak jelas mengenai dunia dan waktu dalam cerita ini. Saya hanya menduga dari nama-nama Perancisnya, kemungkinan settingnya ada di Perancis atau Eropa pada abad ke-18. Saya tipe yang menyukai kejelasan dalam setting, sehingga membantu saya dalam hal preferensi saat membaca.
Dragging. Saya merasa pada beberapa bagian, buku ini terlalu bertele-tele. Saya paham mengapa banyak yang merasa plot awalnya lamban. Tapi saya tidak terlalu permasalahkan untuk bagian awal. Meski saya rasa, ceritanya justru akan lebih oke bila dipadatkan. Pengarang ada memasukkan beberapa detil tidak penting yang membuat alur terasa lamban.
Secara keseluruhan, saya cukup oke dengan Stolen Songbird, meski eksekusinya masih jauh dari harapan saya, namun untuk sebuah novel debut, buku ini cukup menarik dan berhasil. Karena itulah, saya memberikan 3 setengah potong kue tart.
Salam hangat,
Dragging. Saya merasa pada beberapa bagian, buku ini terlalu bertele-tele. Saya paham mengapa banyak yang merasa plot awalnya lamban. Tapi saya tidak terlalu permasalahkan untuk bagian awal. Meski saya rasa, ceritanya justru akan lebih oke bila dipadatkan. Pengarang ada memasukkan beberapa detil tidak penting yang membuat alur terasa lamban.
Secara keseluruhan, saya cukup oke dengan Stolen Songbird, meski eksekusinya masih jauh dari harapan saya, namun untuk sebuah novel debut, buku ini cukup menarik dan berhasil. Karena itulah, saya memberikan 3 setengah potong kue tart.
Salam hangat,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar