Senin, 29 April 2013

GRACELING (GRACELING REALM #1)

✮✮✮
Judul Buku : Graceling
Pengarang  : Kristin Cashore
Penerbit     : Gramedia Pustaka Utama

Kuceritakan sebuah kisah kepadamu :

Ini adalah kisah tentang negeri 7 kerajaan. Tujuh kerajaan dan 7 raja yang sama sekali tidak bisa ditebak. Tujuh kerajaan tersebut adalah :
1. Middluns
2. Wester
3. Nander
4. Estill
5. Sunder
6. Lienid
7. Monsea

Katsa berasal dari kerajaan Middluns, Katsa bukanlah sembarangan gadis, paman Katsa adalah Randa, raja dari Middluns selain itu yang membuat Katsa spesial adalah dia dianugrahi bakat atau yang disebut dengan Grace. Bakat atau Grace ini adalah sejenis kemampuan spesial yang hanya dimiliki oleh beberapa orang, sebutan untuk orang-orang langka ini adalah Graceling. Tanda paling jelas apabila seseorang memiliki Grace adalah dari mata mereka. Para Graceling memiliki warna bola mata yang berbeda di mata kanan dan kiri mereka. Seperti Katsa yang memiliki mata berwarna hijau dan biru. Bakat Katsa sendiri adalah membunuh.

Karena bakatnya itulah, Katsa dipekerjakan oleh sang paman, yaitu raja Middluns sebagai algojo raja yang bertugas untuk membereskan orang-orang yang dianggap menentang atau merugikan raja dengan kata lain sebagai tukang ancam. Bagi Katsa sendiri dia tidak pernah merasa nyaman dengan pekerjaannya, karena Katsa tidak suka mengancam, terutama mereka yang tidak berdaya. Namun Katsa juga menemukan hal lain, bahwa bakat membunuhnya juga bisa digunakan untuk hal lain yang lebih bermanfaat daripada sekedar untuk mengintimidasi lawan-lawannya. 

Kesan saya sesudah baca :

Maksud buku atau moral cerita ini benarnya tentang apa sih? 

Ada 1 kalimat yang saya ingat dari hal 150
"Monster yang, kadang-kadang, menolak bersikap seperti monster. Ketika monster berhenti bersikap seperti monster, apakah ia tidak lagi menjadi monster? Apakah ia menjadi sesuatu yang lain?" ~hal 150 - Graceling

Apa kegunaan bakat membunuh selain membunuh orang? dengan kata lain membunuh jelas-jelas adalah hal yang salah dan cerita dalam buku pun menekankan hal tersebut, bully atau ancaman pembunuhan juga bukanlah hal yang benar, karena itu Katsa mencoba melakukan hal lain dengan bakatnya selain membunuh, tapi apa?

Eniwei mari kita bahas dulu bakat Katsa :
SPOILER (highlight to view)
Bakat katsa sebenarnya adalah super human strength. Katsa memiliki kekuatan fisik dan daya tahan tubuh diatas rata-rata manusia pada umumnya dan hal ini sangat berguna untuk survival di medan yang sulit.  Membunuh hanya salah satu pilihan dalam menggunakan bakat tersebut. 

Tapi karena Katsa pernah menggunakan kekuatannya untuk membunuh, dia mengira bahwa membunuh adalah bakatnya ditambah lagi perlakuan orang-orang sekitar dan sugesti dari pamannya sendiri. Saya jadi teringat akan pepatah bijak dalam film Spiderman, "From great power comes great responsibility." Pesan yang saya tangkap dari buku ini adalah bagaimana seseorang menggunakan kekuatannya tergantung dari pilihannya sendiri. 


Mungkin pertanyaan kita sebagai pembaca adalah, "Mengapa Katsa memilih menggunakan bakatnya untuk membunuh atau mengintimidasi?" jawaban sotoy saya, karena Katsa sendiri sebenarnya tidak tau benar apa bakat sesungguhnya dan dia baru menyadari bahwa dia punya pilihan dalam menggunakan alternatif bakat/kekuatannya seiring berjalannya waktu dan cerita. 

Lalu mengenai plot cerita, inti plot-nya sebenarnya simple yaitu :

Penculikan seorang kerabat dari satu kerajaan dan walaupun orang tersebut telah diselamatkan, namun motif dari penculikan ini tidak dimengerti dan tugas Katsa dkk adalah menemukan motif tersebut dan mencari dalang sesungguhnya yang bertanggung jawab atas penculikan tersebut.

Dan dari sinilah pengarang mulai memutar-mutar ceritanya, mulai dari pertemuan Katsa dengan Po lalu tugas-tugas Katsa sebagai algojo raja terus petualangan Katsa dan Po dalam mencari petunjuk yang berlanjut sampai tersangkanya ditemukan dan seterusnya. Kadang muter-muternya ini terasa lama dan membosankan, terutama saat bersama Po lengkap dengan galaunya Katsa yang takut jatuh cinta karena dia ngga mau menikah.

Yang tentu saja karena ini adalah YA maka banyak bumbu romance-nya dan inilah masalahnya, tidak tau mengapa tapi saya kurang klik sama romansa di buku ini. Pertama mari kita bahas karakter dulu. 

Katsa sebagai heroine atau karakter utama, memang digambarkan tangguh, mandiri, pintar bertarung dan keras kepala isitilahnya bad-ass lah. Selain itu seiring berjalannya waktu Katsa punya kode etiknya tersendiri dalam menggunakan bakatnya. Tapi untuk saya pribadi ada kalanya dia annoying. Kemampuan skill-nya dalam menggunakan panah dan berburu ada kalanya mengingatkan saya sama Katniss Everdeen dari THG begitupun insting melindungi Katsa terhadap mereka yang lebih lemah dan anak-anak (Bitterblue - I hope there are better name which are not bitter) juga mengingatkan saya sama Katniss dan Rue hanya saja saya tidak merasakan charmnya Katniss dalam diri Katsa. Saya tidak tau apa yang kurang tapi saya merasakan cara pengarang menggambarkan Katsa agak datar dan bahkan pada satu sisi Katsa cenderung sempurna (one dimensional character). Apakah masalah POV, saya tidak tau. Dalam karakter Katniss, saya merasakan dia kuat tapi sekaligus rapuh yang bisa membuat pembaca mendalami dan memahami karakternya, sedangkan Katsa ? saya tidak merasakan "pendalaman" karakter Katsa, selain skill memanah, survival instinct dan nama Kat yang mirip. 

Lalu Po (sama seperti sebagian besar pembaca yang kecewa sama namanya, saya pun demikian, tapi bukan hal besar dan itu cuma nama). Sekiranya saya lega karena pengarang tidak melukiskan Po seperti Gary Stu. Sejauh ini karakternya cukup menyenangkan dan melalui interaksi-interaksinya dengan Katsa saya kira pembaca akan menyukainya. Kalau mengenai perubahannya di akhir buku, saya kira masih oke-lah. Tapi selain itu tidak ada yang istimewa banget yang bikin bisa dia punya banyak fans (mungkin karena dia hanya tokoh pendamping). Grace-nya sejujurnya agak membingungkan saya, terutama di akhir buku, tapi mungkin karena saya tidak konsen bacanya, mengingat bagian 3 buku ini saya baca di salon yang berisik dengan suara hair dryer :D

Selain 2 tokoh utama di atas, adalagi, macam Pangeran Raffin yang sejujurnya dari semua tokoh, Raffin adalah favorit saya mungkin karena dia pintar, perhatian, baik hati dan bijaksana. Sayangnya perannya ngga banyak dan adegannya cuma sedikit. 

Bitterblue, saya suka anak kecil tersebut, dia cerdas dan tangguh, sayang kenapa namanya harus berarti pahit :D

Giddon, oke saya tidak tau bila di buku ini ada kisah cinta segitiga, tapi yang jelas Giddon tidak cukup likeable ataupun menonjol untuk menjadi saingan sebagai love interest Katsa. Bahkan sejak awal, pengarang pun sudah menggiring pembaca untuk hanya sekedar mengganggap Giddon sebagai karakter pelengkap saja.  

Bagaimana dengan villain atau antagonis?

Sejujurnya antagonisnya cukup menarik terutama dengan Grace yang dimilikinya, hanya sayang eksekusinya justru paling mengecewakan. 


SPOILER (highlight to view)
Bayangkan setelah nyaris 1/3 buku Katsa dkk susah payah melarikan diri menghindari si psikopat sinting ternyata setelah ketemu, matinya cuma githu doank. Terus yang paling bikin kecewa saya, ngga dijelaskan mengenai latar belakang dan asal-usul si psikopat sinting, padahal karakternya cukup seru untuk dieskplorasi karena selain Grace-nya yang super duper, si psikopat juga ada kecenderungan pedofil dan incest. Tapi hingga halaman terakhir, pengarang tidak menjelaskan apa yang membuat orang tersebut jadi psikopat sinting, pengarang hanya menuliskan dia bengis dan kejam. That's all. O yeah, kita semua tau dia bengis dan kejam makanya dia disebut psikopat. 

Oke balik ke romance dan juga satu point kontroversi yang banyak dibicarakan pembaca, yaitu masalah sex before marriage (mengingat ini buku YA) atau saya rasa bukan hal itu utamanya  mengingat bagi sebagian orang itu hanya masalah kultur, tapi pemahaman Katsa yang "anti pernikahan". 

Di goodreads banyak yang membahas pemahaman feminis yang dimasukkan penulis ke dalam karakter Katsa. Saya sejujurnya bingung dengan alasan Katsa yang menolak menikah karena takut terikat dan juga karena dia tidak mau bergantung ataupun kehilangan kebebasannya. Sebagai orang punya venus di Aquarius, saya ngerti sih memang ada orang yang takut komitmen karena takut kehilangan kebebasannya tapi rasanya aneh saat dimasukkan dalam suatu cerita YA fantasi, apalagi mengingat cowonya juga ngga banyak tuntutan atau demanding dan cukup pengertian.  Sejujurnya saya jadi mikir, sebenarnya apa itu yang dimaksud dengan feminis? yang jelas feminis lebih dari sekedar kesetaraan gender (udah ah, mulai ngalor ngidul).

Overall buku ini oke, tapi bagi saya pribadi banyak yang saya sayangkan dan beberapa point penting yang harusnya berpotensi jadi plot twist atau klimaks yang bagus malah tidak dieksekusi dengan baik, sebaliknya beberapa adegan petualangannya terlalu lama dan bertele-tele yang terkadang bikin saya ngga sabaran bacanya. Kalau untuk susunan plot cerita secara keseluruhan boleh dibilang rapih dan teratur. Untuk bumbu romance-nya masih standar YA lah diluar pemahaman feminisnya. 

Buku ini juga ada sekuel, tapi berhubung story-arc Katsa sudah selesai di buku pertama. Maka buku kedua merupakan cerita tersendiri dengan karakter baru namun masih dalam universe yang sama.

Review ini saya ikutkan dalam salah satu additional challenge dari Fantasy Reading Challenge yaitu Award Winner (buku ini memenang kan penghargaan Southern Independent Booksellers Alliance atau SIBA AWARD)

6 komentar:

  1. Wah ceritanya seru mba Lina
    Btw, kenapa bny spoilernya =))
    Tapi tenang aja, aku ga nyontek kok. Nunggu ada yg berbaik hati ngirimin buku ini padaku *siapaaa woooi*

    BalasHapus
    Balasan
    1. cerita sih yah lumayan lha, cuma eksekusinya menhuju seru-nya itu yang bekin jengkel.

      Eh ini juga ada tema feminis, bisa masukin bacaan April ga :D (tapi nanggung sih temanya)

      Hapus
  2. Buahahahaha..........*jalan kepiting*

    You know, tiap kali baca review akan buku ini dan membandingkannya dengan reviewku, aku selalu mikir : "what the hell I was thinking back then?"
    Tapi yah.,..aku males reread dan lebih males lagi ngereview ulang. So biar sajalah aku jadi salah satu reviewer yg kasi 4 bintang ke buku ini :))

    Btw....klo aku malah saban baca nama bitterblue jadi keingat bitterballen. Trus ngebayangin si bitterblue itu bentuknya bulet dan berselimut gula kayak bitterballen. Aih jadi laper

    BalasHapus
    Balasan
    1. abis meluncur dari TKP blog mbak Dewi, serunya compare review bisa liat perbandingan apa yg buat likes dan dislikes dari buku ini.

      Aku jujur sih ngga terlalu gimana bgt sama romansa Katsa-Po (ngga tau apa emang mood lagi ngga suka yg romantis) atau romansa Kat-Po ngga dapet di aku karena terlalu byk baca buku YA sejenis jadi udah kebas :D

      Bitterballen? butterbeer? kroket, risoles *kriuk ~ perut bunyi*

      Hapus
  3. hahaha, sip reviewnya. TOP
    Aku aja kesulitan ngeripiu buku ini.

    BalasHapus
    Balasan
    1. makasih mas Tezar, karena itu pas selesai baca, kesan pertamaku adalah, "ini buku benernya tentang apa sih" :D

      Hapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...