Senin, 11 November 2013

BOOK REVIEW: ME BEFORE YOU (SEBELUM MENGENALMU)

★★★½
Judul Buku : Me Before You (Sebelum Mengenalmu)
Pengarang: Jojo Moyes
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Jumlah Halaman: 656 Halaman
Penerjemah: Tanti Lesmana
Segmen: Dewasa
Genre: Drama, Realistic Fiction, Romance
Harga: Rp 98.000 (diskon 20%)


Perhatian, review ini bermuatan curhat dan SPOILER!!

Me Before You adalah salah satu novel yang tahun ini cukup banyak diperbincangkan. Mulai dari review-review positif yang bertaburan banyak bintang di goodreads, belum lagi review-review yang bilang cerita dalam buku ini tearjerker alias sukses bikin nangis. Trus novel ini juga sering masuk dalam daftar wish list para pembaca buku pada umumnya. Karena itu, saya pun tanpa ragu ikut memasukkan novel ini juga dalam buy list. Dan pada bulan November ini, saya berkesempatan membacanya. Nah tentu saja dengan begitu banyaknya reveiw positif, jadi wajarkan saya punya harapan tinggi akan buku ini. Minimal bisa bikin mata saya berkaca-kaca seperti ini :

Tapi selesai baca, saya dapatnya mixed feeling. Alias perasaan bingung. Mulai dari, mengapa saya tidak menangis dan merasa sedih seperti yang lain? Kan ceritanya sedih. Mengapa saya bingung dengan tokoh utama novel ini antara oke and don't like her? Berapa rate yang sebaiknya saya berikan pada buku ini? Mengapa saya ada perasaan tidak suka dengan buku ini? Meski saya menikmati membacanya. Tapi saat ditutup, I just feel nothing and let's read the next book

Okay, sekarang mari bahas ceritanya dulu:

Buku ini berkisah tentang perubahan hidup seorang wanita muda bernama Louisa Clark. Lou, begitulah Louisa biasa disapa, adalah seorang wanita berusia 26 tahun yang biasa-biasa saja. Lou tidak punya ambisi dan keinginan apapun dalam hidupnya dan ia sudah berpacaran selama 7 tahun tanpa ada kepastian langkah selanjutnya dari pacarnya. Keluarga Lou sederhana dan hidup pas-pasan, sehingga Louisa pun harus ikut menjadi tulang punggung ekonomi keluarga. Karena itulah saat kafe di mana Lou telah bekerja selama 6 tahun mendadak ditutup, kehidupan Lou menjadi luntang-lantung tak jelas tanpa penghasilan tetap.  

Keadaan ekonomi yang pas-pasan membuat Lou terpaksa menerima pekerjaan sebagai asisten pribadi dari seorang pria yang menderita kelumpuhan parah yang disebut Quadriplegia. Lou tidak pernah membayangkan bahwa ia akan sanggup menjadi perawat dari orang cacat. Yang membuat sulit, adalah sikap pria tersebut yang terang-terangan tidak menyukai kehadiran Lou.

Will Traynor adalah seorang pengusaha muda yang sukses dan ambisius, senang melakukan banyak kegiatan luar ruangan dan aktivitas fisik. Namun kecelakaan fatal yang dialaminya 2 tahun yang lalu, membuat hidupnya berubah 180 derajat. Ia mengalami cedera tulang belakang yang mengakibatkan dirinya divonis menderita  Quadriplegia C5/6 yaitu suatu kelumpuhan nyaris total. Di mana selain kepala dan sebelah lengan Will, bagian tubuh lain tidak bisa digerakkan. Karena itulah Will yang merasa tidak berguna, memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan cara eutanasia. 

Dapatkan Louisa dengan keceriaannya mengubah tujuan Will agar tidak melakukan hal tersebut? 

Characters:

Ceritanya sih klise yah, tentang 2 orang yang berbeda dunia, terus jatuh cinta dan sesudah itu pandangan hidup mereka berubah. Tapi, entahlah, untuk ukuran novel romance, saya kok kurang merasakan chemistrynya Lou dan Will. Sepertinya cuma Lou doank yang cinta sama Will, sementara Will lebih cinta kehidupan lamanya, nggak peduli sesulit apa orang-orang disekitar dia berusaha bikin dia senang.

Oke. Saya paham, Will menderita dan depresi tapi bukan berarti itu alasan untuk terus bersikap menyebalkan, sinis, egois dan bossy terhadap setiap orang dan  hingga akhir saya tetap gagal bersimpati terhadap Will. Selain itu, saya tidak tahu, apakah memang demikian tipikal orang-orang kaya di Inggris, tapi saya tidak melihat adanya suatu bonding pada keluarga Traynor. Saya melihat interaksi keluarga Traynot ini "dingin". Lalu POV, di sini, selain POV Lou, juga ada beberapa POV karakter pendukung macam anggota keluarga dari Will dan Lou, tapi sayangnya malah tidak ada POV Will sama sekali. Padahal seandainya ada, saya mungkin lebih dapat memahami karakter Will. 

Lou, jadi Lou ini tipikal loser, yang belum tahu arah dan tujuan hidupnya, yah saya kadang juga githu plus labil pula tapi saya tahu apa yang saya suka dan tidak tapi bukan itu masalahnya. Banyak karakter loser yang saya suka juga kok, karena loser itu real dan manusiawi. Tapi entah mengapa ada sesuatu dalam karakter Lou yang sepertinya bikin saya sebal sama dia, mungkin karena dia tidak ada tegas-tegasnya sama sekali. Ataukah mungkin ini tandanya penulis sukses bikin karakter yang tidak 1D alias 1 dimensi, yang sukses bikin kita sebal dan suka sama Lou, kalau saya sih sebatas biasa saja sama Lou, dan memang ada beberapa adegan yang bikin dia terlihat annoying. Dari segi pengembangan karakternya sendiri, entah kenapa saya menganggap perubahan Lou lebih karena Will bilang begitu atau karena saran Will daripada karena 'aktualisasi diri'. Seandainya Will bilang, "Lou, kamu lebih cocok jadi pengasuh bayi dan kerja di yayasan sosial," maka saya rasa Lou pun akan menurut dan melakukan hal itu (alih-alih jadi fashion designer) because Will said so.

Anehnya, karakter yang lumayan saya suka di sini, justru adalah Ritchie, teman chattingnya Lou di dunia maya yang hanya muncul beberapa halaman saja.

Pro-Life vs Pro-Choice

Penulis sebenarnya mengangkat tema yang menarik sih. Berlatar dari isu pro-life vs pro-choice maka terciptalah premis utama cerita ini. Hanya saja, saya tidak suka eksekusinya. Saya tidak mempermasalahkan mengenai pilihan apapun yang diambil Will, tapi coba dibuat juga adegan strugglenya dia saat harus bilang itu ke keluarganya. Saat saya menulis ripiu ini, kebetulan saya sedang membaca halaman-halaman awal TFIOS dan ada anak perempuan berumur 16 tahun berkata, "Aku ingin menyenangkan orang tuaku. Hanya ada satu hal di dunia ini yang lebih menyebalkan daripada mati gara-gara kanker di usia 16, yaitu punya anak yang mati gara-gara kanker." Duh Hazel aja yang masih remaja, lebih menyenangkan daripada Will, padahal sama-sama sekarat. #MulaiNgalorNgidul

Grey Morality

Sekarang ini, memang tampaknya lagi populer genre yang lebih berpandangan grey morality ya? Menurut saya MBY ini salah satunya. Mungkin seperti yang ditulis pengarang dalam salah satu karakternya, 
"Kau tidak usah menganggap keputusannya benar. Tapi kau perlu mendampinginya di sana."
Jadi moral abu-abu, bukanlah benar atau salah tapi apapun yang terjadi biarlah itu menjadi keputusan yang terbaik dan kita hanya bisa mendukung. 

Ending

Dan berbicara soal ending/epilog, saya juga gak suka (bukan soal Will tapi Louisa, secara cerita ini kan tentang Louisa yang hidupnya berubah sejak mengenal Will, so yes this is chicklit, not love story)

Spoiler, highlight to view:
"Alih-alih ngopi di kafe Paris (yang juga atas saran dan permintaan Will), mengapa Louisa tidak menggunakan uang warisannya saja untuk buka kafe di daerah pedesaan Inggris, dengan pelayan yang memakai seragam bercorak lebah."

Some nice quotes : 
"Kau hanya hidup satu kali. Sudah kewajibanmu untuk menjalani hidupmu sepenuh-penuhnya." ~Will hal. 335
"Tapi kalau kita tidak yakin dia bisa merasa lebih baik, atau bahkan kondisinya akan membaik, bagaimana dia sendiri bisa meyakini bahwa hal-hal yang baik masih mungkin terjadi?"
 Tapi saya ketemu beberapa kosakata menarik, ini yang saya catat:
  • melesapkan
  • galur
  • cericip
  • menggusah
  • gemblung
  • lamat-lamat
  • keredap
  • menggeluguk
  • lembam
  • terlonggong-longgong 
Dan ini beberapa typo yang saya temui:
- Hal. 20 : daan, seharusnya dan
- Hal. 200 : yag, seharusnya yang
- Hal 427 : tetang, seharusnya tentang
- Hal 550 : manyala, seharusnya menyala

Overall, review ini hanya berdasarkan selera saya. Tapi menurut saya pribadi buku ini lebih ke chicklit daripada love story. Seperti yang salah satu sesama blogger, Mide pernah bilang dalam salah satu reviewnya, bahwa untuk sebuah cerita romens, kadang pembaca perlu untuk suka dengan karakternya dulu supaya bisa suka juga dengan cerita romensnya. 

Maka saya pun menyimpulkan demikian. Saya punya beberapa karakter favorit dari suatu fandom dan karena saya suka mereka, saya pasangkan sebagai OTP saya di tumblr. #OOT

Meski begitu dari segi plot dan penuturan, gaya bahasa Jojo Moyes enak diikuti. Plotnya pun rapih sehingga walaupun bukunya tebal, saya tidak sampai merasa bosan membacanya. Begitu pula beberapa hal yang diceritakan dalam kisah ini, bisa menambah informasi bagi kita macam Dignitas di Swiss dan tempat-tempat berlibur bagi penderita quad

7 komentar:

  1. Aku nyidam buku ini, tapi harganya mencekik! >.<

    BalasHapus
  2. banyak masuk sale kok Mbak. Moga2 suatu saat masuk di tempat Mbak.

    BalasHapus
  3. setuju, selain ceritanya sendiri karakter sangat memepengaruhi apakah kita akan suka dengan bukunya atau tidak :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya, karakter sangat pengaruh. Malah ada yg benarnya cerita sih klise tapi karena karakternya demen jadi berkesan

      Hapus
  4. Em.. aku juga kalau baca romance, kalau karakternya berasa gak sesuai di logikaku, pasti keseluruhan isinya jadi tidak terlalu menarik lagi.. :))

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya, untuk suka romens, harus suka karakternya dulu. Lain kalau genre lain. Hehehe

      Hapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...