Judul Buku : Bliss (The Bliss Bakery Trilogy #1)
Pengarang: Kathryn Littlewood
Penerbit: Noura Books (Mizan)
Jumlah Halaman: 310 Halaman
Penerjemah: Nadia Mirzha
Penyunting: Lulu Fitri Rahman
Penyelaras Aksara: Aini Zahra
Segmen: Anak-anak, Remaja
Genre: Fantasy, Culinary
Harga: Rp 49.500, bisa dibeli di www. mizan.com
Rate: ★★½
Pada suatu hari:
Pengarang: Kathryn Littlewood
Penerbit: Noura Books (Mizan)
Jumlah Halaman: 310 Halaman
Penerjemah: Nadia Mirzha
Penyunting: Lulu Fitri Rahman
Penyelaras Aksara: Aini Zahra
Segmen: Anak-anak, Remaja
Genre: Fantasy, Culinary
Harga: Rp 49.500, bisa dibeli di www. mizan.com
Rate: ★★½
Pada suatu hari:
Tersebutlah ada satu keluarga yang menjalankan usaha toko roti. Nama keluarga tersebut adalah Bliss, yang terdiri dari Purdy dan Albert sebagai orang tua dan 4 orang anak mereka, yaitu Thyme (15), Rosemary (12), Sage (9) dan Parsley (3). Kue dan roti buatan toko roti Bliss sangat digemari oleh penduduk kota, kue-kue dan roti-roti tersebut tidak hanya lezat, tapi juga terkadang bisa menyembuhkan dan memecahkan masalah bagi mereka yang membutuhkannya.
Ada rahasia mengapa kue dan roti dari toko roti Bliss bisa meyembuhkan atau memecahkan masalah bagi mereka yang memakan kue-kue tersebut, rahasianya adalah sihir. Purdy dan Albert menyimpan resep rahasia, di mana mereka terkadang mencampur bahan-bahan eksotis dan tidak biasa dalam adonan roti dan kue mereka lalu mengucapkan mantera saat mengaduk semua bahan-bahan tersebut.
Bahan-bahan itu misalnya :
- Halilintar
- Kuapan musang tidur
- Sayap peri yang dikeringkan
- Dll.
Rosemary, si putri pertama, sangat penasaran dan berharap suatu saat bisa ikut menggunakan sihir dalam membuat roti dan kue seperti ibu mereka. Namun Purdy dan Albert melarang keras anak-anak mereka untuk ikut menggunakan sihir. Hingga suatu hari ada urusan mendesak yang membuat Purdy dan Albert harus pergi dan terpaksa meninggalkan anak-anak mereka untuk sementara, termasuk meminta anak-anak untuk menjaga toko roti.
Rose tahu kalau resep-resep rahasia keluarga Bliss sangat berharga dan harus dijaga baik-baik, namun sedikit coba-coba, rasanya tidak masalah, lagipula ia harus berlatih dengan resep-resep itu bila ingin sepandai ibunya dalam menjadi ahli sihir dapur.
Tapi Rose tidak tahu bahwa menggunakan resep sihir tidaklah sama dengan resep biasa.
Cover Lust
Saya akui, alasan utama saya membeli buku ini karena covernya. Iya, covernya itu benar-benar menggiurkan. Sebuah jendela besar yang dalamnya berisi display berbagai jenis kue tar dan cupcakes, lalu lampu berwarna kuning keemasan yang menerangi toko roti, sukses membuat saya kepengin masuk ke dalam cover bukunya dan mencicipi kue-kue tersebut. Belum lagi saya suka dengan pinggiran warna biru di sepanjang halaman buku yang ada gliter-gliter halusnya.
Sesudah cover, hal kedua yang saya lihat adalah rating dan review di goodreads. Ratingnya di goodreads boleh dibilang di bawah standar. Tidak buruk tapi juga tidak bisa disebut bagus. Tapi, tapi covernya sungguh menggoda iman. Jadilah kali ini keputusan saya membeli buku sangat dangkal, yaitu karena covernya sangat bagus ^0^ sebodo ah nanti suka atau tidak ceritanya.
Kebetulan, tidak lama, Mizan berulang tahun ke-30 dan semua buku dari lini produk Mizan diskon 30%, maka saya pun membelinya. Setelah itu seperti biasa, saya timbun, eh maksud saya saya simpan dulu, sampai BBI mengumumkan tema baca dan posbar kuliner untuk bulan Februari.
Sayangnya, isinya tidak selezat tampilannya.
Dari segi cerita, standar saja mirip rumus-rumus yang biasa ada di Goosebumps, yaitu anak-anak nakal yang penasaran dan mencoba-coba sesuatu yang tidak seharusnya dilakukan, dan akhirnya kena batunya. Tapi bukan plot klise yang saya permasalahkan. Seperti yang sering saya tulis, saya tidak masalah dengan plot cerita yang klise, asal pengemasannya enak dibaca. Lagi pula, sekarang ini sudah sulit menemukan plot cerita yang original.
Tapi sayangnya, sewaktu membaca buku ini, saya kurang menikmatinya, entah apa yang membuat rasanya tidak enak. Apakah mungkin terjemahannya atau mungkin penuturannya atau mungkin deskripsinya yang kadang suka lebay. Saya tidak tahu.
Contoh deskripsi yang menurut saya lebay:
"Apakah mereka memberi kalian kue tar yang berkilauan seperti sisik ikan dan berpelangi seperti bulu leher itik jantan?" tanya Albert, matanya melotot luar biasa sampai buku matanya hampir menyentuh dahinya. ~hal. 297
Dan masih banyak lagi deskripsi-deskripsi metafora yang justru alih-alih membantu saya dalam berimajinasi malah membuat saya tidak sabar dan bikin kening berkerut saat membacanya. Saya sudah terlanjur membeli sekuelnya (A Dash of Magic) sewaktu ke IBF karena tergiur diskon (saya akui, saya ini memang mata diskonan) dan semoga saja buku keduanya lebih baik daripada Bliss.
Jadi terpaksa saya kasih 2 bintang untuk ceritanya dan tambahan 1/2 bintang untuk covernya yang cantik. O ya, rencana awal, saya baca bareng buku ini dengan beberapa blogger, tapi tampaknya menyusut, karena beberapa blogger juga merasakan hal yang sama dengan saya dan akhirnya mengganti bukunya. Cek juga review Zelie di book-admirer dan Mbak Andrea di susunan buku yah.
Buku ini, saya ikut sertakan juga untuk:
- Lucky No.14 Reading Challenge: Cover Lust
- 2014 TBRR Pile RC
- New Authors Reading Challenge 2014
- Children's Literature Reading Project
Bahan-bahan itu misalnya :
- Halilintar
- Kuapan musang tidur
- Sayap peri yang dikeringkan
- Dll.
Rosemary, si putri pertama, sangat penasaran dan berharap suatu saat bisa ikut menggunakan sihir dalam membuat roti dan kue seperti ibu mereka. Namun Purdy dan Albert melarang keras anak-anak mereka untuk ikut menggunakan sihir. Hingga suatu hari ada urusan mendesak yang membuat Purdy dan Albert harus pergi dan terpaksa meninggalkan anak-anak mereka untuk sementara, termasuk meminta anak-anak untuk menjaga toko roti.
Rose tahu kalau resep-resep rahasia keluarga Bliss sangat berharga dan harus dijaga baik-baik, namun sedikit coba-coba, rasanya tidak masalah, lagipula ia harus berlatih dengan resep-resep itu bila ingin sepandai ibunya dalam menjadi ahli sihir dapur.
Tapi Rose tidak tahu bahwa menggunakan resep sihir tidaklah sama dengan resep biasa.
Cover Lust
Saya akui, alasan utama saya membeli buku ini karena covernya. Iya, covernya itu benar-benar menggiurkan. Sebuah jendela besar yang dalamnya berisi display berbagai jenis kue tar dan cupcakes, lalu lampu berwarna kuning keemasan yang menerangi toko roti, sukses membuat saya kepengin masuk ke dalam cover bukunya dan mencicipi kue-kue tersebut. Belum lagi saya suka dengan pinggiran warna biru di sepanjang halaman buku yang ada gliter-gliter halusnya.
Sesudah cover, hal kedua yang saya lihat adalah rating dan review di goodreads. Ratingnya di goodreads boleh dibilang di bawah standar. Tidak buruk tapi juga tidak bisa disebut bagus. Tapi, tapi covernya sungguh menggoda iman. Jadilah kali ini keputusan saya membeli buku sangat dangkal, yaitu karena covernya sangat bagus ^0^ sebodo ah nanti suka atau tidak ceritanya.
Kebetulan, tidak lama, Mizan berulang tahun ke-30 dan semua buku dari lini produk Mizan diskon 30%, maka saya pun membelinya. Setelah itu seperti biasa, saya timbun, eh maksud saya saya simpan dulu, sampai BBI mengumumkan tema baca dan posbar kuliner untuk bulan Februari.
Sayangnya, isinya tidak selezat tampilannya.
Dari segi cerita, standar saja mirip rumus-rumus yang biasa ada di Goosebumps, yaitu anak-anak nakal yang penasaran dan mencoba-coba sesuatu yang tidak seharusnya dilakukan, dan akhirnya kena batunya. Tapi bukan plot klise yang saya permasalahkan. Seperti yang sering saya tulis, saya tidak masalah dengan plot cerita yang klise, asal pengemasannya enak dibaca. Lagi pula, sekarang ini sudah sulit menemukan plot cerita yang original.
Tapi sayangnya, sewaktu membaca buku ini, saya kurang menikmatinya, entah apa yang membuat rasanya tidak enak. Apakah mungkin terjemahannya atau mungkin penuturannya atau mungkin deskripsinya yang kadang suka lebay. Saya tidak tahu.
Contoh deskripsi yang menurut saya lebay:
"Apakah mereka memberi kalian kue tar yang berkilauan seperti sisik ikan dan berpelangi seperti bulu leher itik jantan?" tanya Albert, matanya melotot luar biasa sampai buku matanya hampir menyentuh dahinya. ~hal. 297
Dan masih banyak lagi deskripsi-deskripsi metafora yang justru alih-alih membantu saya dalam berimajinasi malah membuat saya tidak sabar dan bikin kening berkerut saat membacanya. Saya sudah terlanjur membeli sekuelnya (A Dash of Magic) sewaktu ke IBF karena tergiur diskon (saya akui, saya ini memang mata diskonan) dan semoga saja buku keduanya lebih baik daripada Bliss.
Jadi terpaksa saya kasih 2 bintang untuk ceritanya dan tambahan 1/2 bintang untuk covernya yang cantik. O ya, rencana awal, saya baca bareng buku ini dengan beberapa blogger, tapi tampaknya menyusut, karena beberapa blogger juga merasakan hal yang sama dengan saya dan akhirnya mengganti bukunya. Cek juga review Zelie di book-admirer dan Mbak Andrea di susunan buku yah.
Buku ini, saya ikut sertakan juga untuk:
- Lucky No.14 Reading Challenge: Cover Lust
- 2014 TBRR Pile RC
- New Authors Reading Challenge 2014
- Children's Literature Reading Project
Hihiii, cari buku untuk posbar BBI .
BalasHapusTapi, kemarin saya jga sempet ke oko buku dan sempet juga ngelirik buku ini karena kover nya yang fantastis :D
Tapi, entah kenapa saya tahan dulu.. dan ternyta, temen saya ngasih saya epub dari buku ini. Baca awal jujur, aku udah bosen.. Padahal, buku anak2 itu biasanya seru. Tapi, pas baca kok lagsung melempemkan saya :)
covernya itu emang sungguh menggoda yaa XD sayang bangets ga diimbangi ma isinya :-l yaa..
BalasHapusBuku anak-anak ya? Aku belum dikasih suka buku ini, sempat baca dari sinopsisnya,.
BalasHapushihihi, sama aku juga beli buku ini gara-gara covernya yang cantik banget tapi isinya ya gitu deh, yg jahat kesannya jahaat banget, habis aku baca langsung aku swap xD
BalasHapusWah, sekali lagi terbukti karena godaan cover xD
BalasHapusSangat, sangat disayangkan, yaa. Padahal udah menggoda banget ;(
hmmmm gimana nih, buku ini udah telanjur ada di timbunan, hahaha...dan memang benerrr, covernya menggoda sekali... mungkin nggak ada unsur terjemahan juga yg bikin lebih nggak enak untuk diikuti?
BalasHapus