Selasa, 29 April 2014

THE HELP: I HAVE A DREAM THAT ALL MEN ARE CREATED EQUAL

Judul: The Help
Pengarang: Kathryn Stockett
Penerbit: Matahati
Penerjemah: Barokah Ruziati
Penyunting: Lulu Fitri Rahman
Korektor: Nani
Desain sampul: Anne Mariane
Jumlah Halaman: 545 Halaman
Cetakan Pertama: Mei 2010
Segmen: Dewasa
Genre: Historical Fiction, Woman Fiction
Beli di Web Matahati (clearance sale)
Rate: ★★★★★

Jim Crow Laws:
- Tidak boleh meminta wanita kulit putih untuk merawat di bangsal atau ruangan yang berisi pria negro.
- Merupakan pelanggaran hukum bagi orang kulit putih untuk menikahi selain kulit putih. Semua pernikahan yang melanggar peraturan ini akan dibatalkan. 
- Tempat pangkas rambut kulit hitam tidak boleh melayani pangkas rambut wanita atau gadis kulit putih. 
- Petugas yang berdinas tidak boleh mengubur orang kulit hitam di tanah yang digunakan untuk pemakaman orang kulit putih. 
- Buku tidak boleh dipertukarkan antara sekolah-sekolah kulit putih dan kulit hitam, tapi akan terus digunakan oleh ras pertama yang menggunakannya. 

Tiga perempuan, tiga kehidupan, tiga cerita, satu benang merah.
Jackson, Mississippi, 1962. 

Aibileen Clark sudah lama bekerja sebagai pembantu di banyak keluarga kulit putih. Ia sudah lama mengasuh anak-anak kulit putih semenjak mereka masih bayi, ia merawat dan menyayangi mereka sebagaimana ia merawat dan menyayangi anaknya sendiri.

Saat ini, Aibileen bekerja sebagai pembantu keluarga Leefold, dan mengasuh anak perempuan mereka yang masih kecil, Mae Mobley dan memberikan kasih sayang seorang ibu yang sering tidak didapat Mae Mobley dari ibunya sendiri. Mengasuh anak-anak memberikan suatu sinar di hati Aibileen yang sempat kosong setelah kematian putra satu-satunya Treelore, dalam suatu kecelakaan tragis. 

Minny Jackson terkenal dengan reputasinya sebagai pembantu yang suka membangkang. Akibat mulut dan emosinya yang meledak-ledak, Minny sering dipecat dan juga kesulitan mendapatkan majikan yang mau mempekerjakannya. Tapi Minny harus mendapatkan pekerjaan, karena ia mempunyai 5 orang anak dan juga seorang suami yang suka memukulinya di kala mabuk. 

Skeeter Phelan, gadis kulit putih dari keluarga kaya yang memiliki perkebunan kapas. Tidak seperti teman-temannya yang putus kuliah karena memilih untuk menikah. Skeeter berhasil menyelesaikan kuliahnya dan punya cita-cita untuk menjadi jurnalis dan juga menulis buku. Setiap kali Skeeter melihat para pelayan kulit hitam yang mengasuh anak-anak kulit putih, ia teringat akan pengasuhnya, Constantine yang menghilang secara tiba-tiba ketika ia sedang kuliah di luar kota. 

Aibileen, Minny dan Skeeter tidak pernah menyangka bahwa mereka akan bekerja bersama untuk menulis suatu buku yang sangat beresiko dan membahayakan bukan saja posisi dan pekerjaan mereka, tapi juga nyawa mereka. Namun dengan satu keyakinan yang sama untuk menyuarakan hati dan perasaan mereka, ketiga perempuan berbeda warna kulit dan status sosial ini bertekad untuk menyelesaikan buku tersebut terlepas dari hasil apapun yang mereka dapat nanti. 

***
Pernahkah kau membaca suatu buku yang terasa begitu penuh? Penuh karena berhasil membuatmu sulit untuk meletakkan buku tersebut karena kau begitu penasaran untuk mengetahui cerita selanjutnya. Penuh karena berhasil membuatmu ikut merasakan tegang akan kejadian yang menimpa para tokoh. Penuh karena berhasil membuat emosimu ikut merasakan apa yang dirasa oleh para tokoh. Kau ikut marah saat mereka marah, kau ikut tertawa saat mereka tertawa dan kau pun ikut sedih saat mereka menangis. Dan kau juga tahu, bahwa untuk waktu yang lama, kau akan mengingat ceritanya. 

Sumber
Cerita tentang pergerakan hak-hak sipil selalu membuat dirimu ikut bergejolak saat membacanya. Rasa keadilanmu seolah diketuk, pernahkah kau membayangkan  hanya karena warna kulitmu berbeda, maka kau tidak boleh sembarangan menggunakan toilet. 

Bukan hanya itu saja, bagaimana rasanya bila seumur hidupmu kau selalu dianggap kotor, rendah dan hina hanya karena kulitmu berwarna hitam? Tidak peduli bahwa kau sudah membantu mereka dengan sangat lama, hampir seluruh hidupmu kau abdikan untuk melayani mereka. Mereka bahkan tak segan-segan untuk memukulimu hingga kau cacat jika kau sampai ketahuan menggunakan toilet mereka hanya karena warna kulitmu berbeda.

Kau diam bukan karena kau mau, kau diam karena kau tidak punya banyak pilihan. Kau takut. Namun dalam hati kau mempunyai suatu cita-cita bawah suatu hari keadaan akan berubah. Keadaan di mana orang tidak lagi memandang kau berbeda hanya karena warna kulitmu hitam.

Bukan ambisi, hanya mimpi dan harapan. 

Statusmu hanya pembantu, jabatan yang sering dipandang rendah dan remeh. Orang tidak pernah menganggapmu penting, meski kau tahu bahwa majikanmu akan kewalahan bila kau tidak ada. Dan apa yang kau lakukan bila suatu hari seseorang bertanya padamu, "Bagaimana rasanya bekerja sebagai pembantu kulit hitam di rumah majikan kulit putih?"
"Ada sebuah pepatah yang bilang, bila kau ingin tahu urusan rumah tangga seseorang, tanyalah pada si pembantu."
Kau akan terkejut mendapati dirimu ikut merasakan rasa benci dan cinta mereka dalam hubungan terhadap majikan. Beberapa kisah akan membuatmu terharu, karena terkadang apa yang kau harap bukanlah sesuatu yang besar, terkadang apa yang kau harap hanyalah sebuah kata-kata sederhana.

Dan seperti sebuah pepatah, saat kau menemukan seorang pembantu yang baik, perlakukanlah mereka baik-baik, karena:
"Mereka bilang pembantu yang baik seperti cinta sejati. Kau hanya menemukannya satu kali seumur hidup." ~hal 449


Sang Pemeran. 

Kapan terakhir kali kau membaca buku di mana karakternya terasa begitu hidup dan nyata. Kapan terakhir kali kau membaca buku dan membuatmu berandai-andai kalau kau bisa punya nenek yang bijaksana seperti Aibileen dan Constantine. Yang akan memberikan kata-kata penghiburan saat kau sedang sedih, yang akan tetap memberikan dukungan padamu saat yang lain menjauh, yang akan memberikan nasehat saat hatimu galau, yang akan selalu bisa kau peluk dan kau datangi saat kau butuh pulang.

Dan kapan terakhir kali kau membaca buku dengan karakter yang bisa membuatmu merasa kagum dan terhibur? Bahkan meski karakter tersebut ada kalanya menjengkelkan, namun menjengkelkan dalam artian baik. Pernahkah kau berharap punya sifat berani seperti Minny, meskipun keadaanmu selalu sulit, namun kau tetap tabah, kuat dan bisa berbicara dengan berani? Atau betapa beruntungnya seandainya kau punya bos atau majikan seperti Celia Foote yang meski bodoh tapi baik hati dan tidak pernah memandang dirimu lain hanya karena warna kulitmu berbeda.

Tapi mungkin Skeeter Phelan yang paling mirip dengan karaktermu. Pemikir, idealis, ingin merubah keadaan dan mempunyai cita-cita untuk bisa menjadi penulis dan menerbitkan buku.
"Tapi impianku yang sesungguhnya adalah bahwa suatu hari nanti aku akan menulis sesuatu yang benar-benar dibaca orang." ~hal 73.
Terlepas apakah kau mengira tema buku ini tentang rasial atau hanya tentang pembantu, tapi kau tahu masih banyak kasus-kasus tenaga kerja wanita yang bekerja sebagai pembantu di luar sana yang perlu dibenahi. Begitu pula dengan perjuangan melawan diskriminasi yang belum selesai dan akan terus berlanjut, tidak hanya di Amerika tapi juga di Indonesia dan seluruh dunia.


About writer and  behind the scene
Kathryn Stockett

Tema rasialisme adalah tema yang kontroversial, termasuk di Amerika Serikat, sama seperti A Time To Kill-nya John Grisham (yang juga asal Mississippi) yang banyak sekali mengalami penolakan untuk diterbitkan.  The Help juga ditolak oleh 60 agen penerbit sebelum akhirnya ada 1 agen penerbit yang bersedia untuk menerbitkannya dan suskes menjadi International Best Seller dan diterbitkan di 35 negara. Butuh waktu 5 tahun bagi sang penulis, Kathryn Stocket untuk menyelesaikan buku ini.

Salah satu inspirasi penulis saat menulis buku ini adalah pengasuhnya sendiri. Saat kau selesai membacanya, kau akan merasa kisah Kathryn Stockett sedikit mirip dengan Skeeter Phelan. Sama seperti Skeeter yang merindukan sang pengasuh,Kathryn pun kangen dengan pengasuh kulit hitamnya, Demetria dan kisah dalam buku ini pun salah satunya didedikasikan untuk sang pengasuh.


Just additional: In the deep south

Kau tahu, apa yang paling menarik dari cerita dengan setting dan karakter-karakter dari Selatan. Mereka terasa begitu tradisional, cara mereka, adat mereka, bahkan aksen Selatan mereka (ya know what I'm tawking about), tingkat kepercayaan mereka akan Tuhan yang jauh lebih kuat dibanding negara bagian lain di Amerika (bible belt). Dan pandangan hidup mereka yang lebih konservatif.

Kau juga mengetahui kebiasaan mereka untuk memberi nama anak laki-laki seperti nama ayah mereka. Nama-nama lain juga unik, macam Mae Mobley, Yule May, Fanny Belle, dll. Dan seperti yang sering dikatakan, meski daerah Selatan mempunyai tingkat kemiskinan yang lebih tinggi dibanding negara bagian lain di luar Selatan, namun mereka memiliki harga diri yang tinggi dan akan selalu bangga mengakui akar Selatan mereka.

The Movie

Sebelum pergi, mungkin kau ingin melihat seperti apa bila novel ini  divisualisasikan? Kau bisa menonton trailer filmnya di bawah ini. Filmnya sendiri berhasil meraih 1 Oscar untuk kategori Best Supporting Actress untuk aktris Octavia Spencer, pemeran Minny Jackson.


Dan biarlah resensi ini diakhiri dengan kisah sederhana tapi penuh makna:

“Once upon a time they was two girls," I say. "one girl had black skin, one girl had white."
Mae Mobley look up at me. She listening.
"Little colored girl say to little white girl, 'How come your skin be so pale?' White girl say, 'I don't know. How come your skin be so black? What you think that mean?'
"But neither one a them little girls knew. So little white girl say, 'Well, let's see. You got hair, I got hair.'"I gives Mae Mobley a little tousle on her head.
"Little colored girl say 'I got a nose, you got a nose.'"I gives her little snout a tweak. She got to reach up and do the same to me.
"Little white girl say, 'I got toes, you got toes.' And I do the little thing with her toes, but she can't get to mine cause I got my white work shoes on.
"'So we's the same. Just a different color', say that little colored girl. The little white girl she agreed and they was friends. The End."



11 komentar:

  1. review yang keren, Lin *jempol.com* bikin pengen baca bukunya :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. makasih Indah, baca deh, bagus kok. Biar bantal juga nggak ngebosenin

      Hapus
  2. Masih heran aja kenapa setelah seabad dari perang saudara, masih tetep rasis...parah bgt yaa..tp The Help keren yaaa..komplit deh setelah nonton filmnya juga

    BalasHapus
    Balasan
    1. belum sempet nonton filmnya Essy, belum ketemu donlotannya juga #eh

      Hapus
  3. tapi serius deh, bahkan di indonesia aja masih banyak kok diskriminasi terhadap pembantu - even though bukan karna warna kulit. aku kenal bbrp org yg ga pernah kasih makan pembantunya... dan banyak lagi yg parah kayak gitu... it's still out there! btw nice review lin :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya, ngga usah jauh-jauh ke Malaysia atau Arab Saudi, di negara kita pun banyak pembantu yg diperlakukan ngga manusiawi, tapi ada juga yg pembantunya dapat majikan baik malah ngelunjak.

      Hapus
  4. Sayangnya rasialis dan diskriminasi masih ada dimana-mana, bahkan mungkin di dekat kita. Baca reviewnya jadi tertarik baca bukunya.
    Nice review Lin

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya ceu, karena prasangka itu belum hilang dari sifat manusia.

      Hapus
  5. aku suka cerita di buku ini, tentang bagaimana pembantu dianggap remeh dan dikucilkan. Padahal kalau ngga ada mereka, bakal banyak ibu ibu yg kelimpungan butuh bantuan ._.

    BalasHapus
  6. Wah jadi tambah pengen baca buku ini setelah baca reviewmu mbak Lina

    BalasHapus
  7. Kutipan yg terakhir itu manis banget :')

    BalasHapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...