Judul: The Naked Traveler: 1 Year Round The World part 2
Penulis: Trinity
Editor: Nurjannah Intan
Proofreader: Pritameani & Titish A.K.
Cetakan 1, September 2014 (326/555)
ISBN: 978-602-1246-15-3
Segmen: Remaja, dewasa
Genre: Non fiksi, traveling, personal literature
Rate: ★★★★
Negara: Kolombia, Kuba, Jamaika, Meksiko, Guatemala
Penulis: Trinity
Editor: Nurjannah Intan
Proofreader: Pritameani & Titish A.K.
Cetakan 1, September 2014 (326/555)
ISBN: 978-602-1246-15-3
Segmen: Remaja, dewasa
Genre: Non fiksi, traveling, personal literature
Rate: ★★★★
Negara: Kolombia, Kuba, Jamaika, Meksiko, Guatemala
Kolombia
Lanjut berpetualang ke Amerika selatan. Kali ini Mbak T mengunjungi negara yang sempat terkenal akan kartel narkobanya, yaitu Kolombia. Saya baru tahu, bahwa Kolombia, tepatnya di kota Cali adalah tempat lahirnya tarian salsa. Namun bab yang menarik perhatian saya adalah saat Mbak T mengikuti underground tour (tour tidak resmi yang bahkan dilarang pemerintah, namun bukan Mbak T namanya kalau perjalanannya normal-normal saja) di Kota Medellin, kota yang terkenal pernah menjadi pusat kartel narkoba dan dijuluki The Most Violent City In The World. Mungkin karena saya suka akan sejarah dunia, makanya bab ini menjadi salah satu favorit saya dari tntRTW part 2, saya jadi tahu secara garis besar sejarah raja narkoba terkenal Pablo Escobar, yang siapa sangka juga dianggap Robin Hood dan dicintai kaum papa, karena uang haram hasil narkoba banyak dipakai untuk membantu rakyat miskin.
Selebihnya bahasan mengenai Colombia banyak di Cartagena. Kota tepi pantai yang sempat populer akibat drama penangkapan salah satu koruptor Indonesia. Meski digambarkan cantik dengan bangunan-bangunan ala kota tua dan pantai berpasir putih, saya tetap menangkapnya kota turis.
Kuba
Dan di Kuba, tidak ada hape android (dan jelas tidak ada iPhone, karena segala produk Amerika dilarang masuk Kuba), berhubung segala sesuatu yang berhubungan dengan informasi di sensor ketat oleh pemerintah, yang ada para warganya masih memakai hape jadul. Sisi positifnya, masyarakat Kuba sangat menghargai aktivitas kumpul bersama antar manusia, tidak seperti di Jakarta yang makan semeja tapi aktivitas ada di hape atau tablet masing-masing.
Jamaika
Mbak T, secara gamblang mengakui kalau tujuan utamanya ke Jamaika adalah untuk mengunjungi museum Bob Marley, penyanyi idolanya. Sebagai pembaca, jujur saya sih biasa saja dengan penyanyi mana pun secara memang saya tidak punya idola tertentu dan saya juga bukan penggemar musik reggae.
Yang saya suka dari pembahasan atau pemikiran Mbak T akan Jamaika adalah bahwa negara Jamaika sangat mirip Indonesia, secara sama-sama negara kepulauan, banyak pantai bagus, tapi penduduknya banyak yang tidak bisa berenang dan ogah ke pantai dengan alasan takut hitam (tidak bermaksud SARA, tapi bukannya mereka sudah hitam?) Terus makanannya juga mirip Indonesia karena mereka juga doyan yang gorengan, berminyak, santan, pedas.
Meksiko
Mungkin karena pembahasan Meksiko sangat variatif, saya tak merasa ada sesuatu yang khas sekali, selain daripada jagung sebagai makanan pokok utama dan pemandangan indah gua suku maya saat diving di Cenote.
Guatemala
Yang saya ingat dari Guatemala hanya perjalanan tidak menyenangkan dalam bus, selebihnya tentang marching band.
Oh, satu scene stealer:
Dan saya suka akan kritik dan saran Mbak T mengenai Kemenlu yang memiliki KBRI mewah dan banyak staf diplomatik tapi perjanjian bebas visanya sedikit sekali dan menyebabkan traveler jadi sulit jalan-jalan ke luar negeri, yang ada KBRI malah lebih banyak untuk mengurusi kepentingan pejabat atau anggota DPR kalau jalan-jalan ke LN.
Kalau soal visa, masalahnya sekarang ini fokus pemerintah itu sebaliknya bukan membuat perjanjian bebas visa agar WNI mudah masuk negara lain, tapi sebaliknya membuat wisatawan negara lain bebas visa ke Indonesia, yah maklum deh, sekarang kan fokusnya mencari pemasukan bagi negara (mulai dari pajak sampai investasi dan turisme), secara kas negara megap-megap akibat banyak dikorupsi sama pejabatnya sendiri. Aduh mengapa saya malah jadi mengarah ke politik ya.
Empat bintang saya sematkan untuk buku ke-2 nya karena ikut membuat saya merasa berjalan-jalan ke Amerika Selatan dan juga membuka pandangan saya akan beberapa hal. Sayang visa Uruguay tidak keburu, padahal saya penasaran sama Uruguay, Paraguay dan Venezuela. Saya tunggu petualangan selanjutnya, Mbak T. Semoga di pemerintahan baru ada perkembangan signifikan mengenai kemudahan WNI dalam memperoleh visa dari negara lain.
Lucky Number no. 15: Dream Destination
Kuba
Saya bertanya, "Apakah kalian bahagia menjadi warga negara Kuba?" Aymee menjawab, "Kami memang tidak bisa main Facebook atau makan beef steak, tapi kami bisa gratis bersekolah setinggi apa pun dan mendapatkan fasilitas kesehatan apa pun dengan kualitas yang sangat baik di dunia. Bukankah itu hal terpenting yang bisa didapatkan seorang warga?Satu kata yang saya rasakan sepanjang membaca bahasan mengenai Kuba, yaitu sangat VINTAGE. Akibat diembargo oleh Amerika Serikat, negara Kuba putus kontak dengan dunia luar. Jadinya segala sesuatu di Cuba serasa seperti tahun 1960-an mulai dari bangunannya, mobil-mobilnya bahkan gaya rambut masyarakatnya, karena mereka tidak bisa membeli model baru, jadi model lama tetap dipertahankan dan dirawat sebaik mungkin. Dan karena diblokir pemerintah, masyarakat pun jadi sulit internetan di negara Kuba, jadi lupakan main sos med.
Dan di Kuba, tidak ada hape android (dan jelas tidak ada iPhone, karena segala produk Amerika dilarang masuk Kuba), berhubung segala sesuatu yang berhubungan dengan informasi di sensor ketat oleh pemerintah, yang ada para warganya masih memakai hape jadul. Sisi positifnya, masyarakat Kuba sangat menghargai aktivitas kumpul bersama antar manusia, tidak seperti di Jakarta yang makan semeja tapi aktivitas ada di hape atau tablet masing-masing.
Jamaika
Mbak T, secara gamblang mengakui kalau tujuan utamanya ke Jamaika adalah untuk mengunjungi museum Bob Marley, penyanyi idolanya. Sebagai pembaca, jujur saya sih biasa saja dengan penyanyi mana pun secara memang saya tidak punya idola tertentu dan saya juga bukan penggemar musik reggae.
Yang saya suka dari pembahasan atau pemikiran Mbak T akan Jamaika adalah bahwa negara Jamaika sangat mirip Indonesia, secara sama-sama negara kepulauan, banyak pantai bagus, tapi penduduknya banyak yang tidak bisa berenang dan ogah ke pantai dengan alasan takut hitam (tidak bermaksud SARA, tapi bukannya mereka sudah hitam?) Terus makanannya juga mirip Indonesia karena mereka juga doyan yang gorengan, berminyak, santan, pedas.
Meksiko
Mungkin karena pembahasan Meksiko sangat variatif, saya tak merasa ada sesuatu yang khas sekali, selain daripada jagung sebagai makanan pokok utama dan pemandangan indah gua suku maya saat diving di Cenote.
Guatemala
Yang saya ingat dari Guatemala hanya perjalanan tidak menyenangkan dalam bus, selebihnya tentang marching band.
Oh, satu scene stealer:
Dia lalu memberikan daftar negara-negara di dunia. Ada tiga kategori di daftar tersebut. Kategori A adalah negara yang bebas visa, kategori B adalah negara yang bisa visa on arrival, dan kategori C adalah negara yang harus apply visa dahulu. Indonesia masuk kategori apa hayo? Tentu kategori C! Yang bikin sakit hati, Indonesia sekarang sekategori bareng Afganistan, Kongo, Ghana, Somalia, Etiopia, Siria, Sudan.Selain pembahasan negara, seperti hal-nya part 1, bagian belakang diisi dengan serba-serbi, tips dan rekomendasi. Satu yang menggelitik adalah mengapa sebagai negara dengan populasi ke-4 terbesar di dunia, Indonesia seolah "nyaris tidak kelihatan", terutama saat berkunjung ke negara yang letaknya jauh macam Amerika Selatan karena banyak warga Amerika Selatan yang tidak tahu menahu atau pernah mendengar tentang Indonesia.
Dan saya suka akan kritik dan saran Mbak T mengenai Kemenlu yang memiliki KBRI mewah dan banyak staf diplomatik tapi perjanjian bebas visanya sedikit sekali dan menyebabkan traveler jadi sulit jalan-jalan ke luar negeri, yang ada KBRI malah lebih banyak untuk mengurusi kepentingan pejabat atau anggota DPR kalau jalan-jalan ke LN.
Kalau soal visa, masalahnya sekarang ini fokus pemerintah itu sebaliknya bukan membuat perjanjian bebas visa agar WNI mudah masuk negara lain, tapi sebaliknya membuat wisatawan negara lain bebas visa ke Indonesia, yah maklum deh, sekarang kan fokusnya mencari pemasukan bagi negara (mulai dari pajak sampai investasi dan turisme), secara kas negara megap-megap akibat banyak dikorupsi sama pejabatnya sendiri. Aduh mengapa saya malah jadi mengarah ke politik ya.
Empat bintang saya sematkan untuk buku ke-2 nya karena ikut membuat saya merasa berjalan-jalan ke Amerika Selatan dan juga membuka pandangan saya akan beberapa hal. Sayang visa Uruguay tidak keburu, padahal saya penasaran sama Uruguay, Paraguay dan Venezuela. Saya tunggu petualangan selanjutnya, Mbak T. Semoga di pemerintahan baru ada perkembangan signifikan mengenai kemudahan WNI dalam memperoleh visa dari negara lain.
Lucky Number no. 15: Dream Destination
Tidak ada komentar:
Posting Komentar