★★★½
Judul Buku : Fleur
Pengarang: Fenny Wong
Penerbit: Diva Press
Editor: Misni Parjiati
Jumlah Halaman: 322 Halaman
Segmen: Remaja, Dewasa-muda
15.54
Madam Shortcake sekali lagi menoleh ke arah teras belakang rumahnya. Memastikan segala sesuatunya tertata anggun dan terlihat indah seperti yang ia inginkan. Kursi-kursi empuk dengan bantalan mini yang bercorak bunga tampak tertata nyaman di masing-masing kursi. Lalu ia melihat meja bundar di tengah-tengah lingkaran kursi tersebut.
Segalanya tampak sempurna dan indah di atas meja makan tersebut. Mulai dari meja berselimutkan taplak putih yang bagian tepinya berhias renda. Dua poci teh, yang masing-masing terdiri atas 1 poci teh Darjeeling dan 1 poci teh Chamomile. Lalu cangkir-cangkir kecil bermotif bunga yang tertata rapih di meja sesuai dengan jumlah kursi. Dan tentu saja hidangan lezat yang terhampar penuh di meja, mulai dari kue tart, puding karamel, kue soes, setoples kue kering choco chip, sekaleng biskuit cracker berikut dengan selai kacang dan selai lemon dalam masing-masing mangkuk berukuran sedang, dan juga setoples permen pedas. Sementara di bagian tengah meja, sebuah vas dengan bunga-bunga mawar aneka warna tampak menghias cantik.
Setelah merasakan ruangan untuk minum tehnya siap, Madam Shortcake untuk kesekian kali mematut dirinya dalam cermin. Memastikan bahwa penampilannya pun pantas dan juga cantik.
16.00
Ting-Tong
Bel berbunyi. Segera Madam Shortcake melangkah cepat menuju pintu dan membukanya. Datanglah lima tamu yang telah ditunggunya. Mereka adalah:
Miss Momon
Miss Pinkimos
Miss Grinlif
Lady Wan
Miss Bleka
"Selamat sore, Madam," salam Momon, ia menekuk kedua kakinya sedikit dan memberi hormat pada tuan rumah. Diikuti oleh keempat tamunya yang lain. Selesai memberi salam pada pada Madam Shortcake, Miss Pinkimos, Miss Grinlif, Lady Wan dan Miss Bleka langsung menuju teras dan mengambil tempat di setiap kursi yang telah disediakan.
Tapi Madam Shortcake menggamit lengan Momon, ia menahan Momon sebentar sebelum menuju teras untuk jamuan teh sore, "Jadi, Lady Storytelling sungguh tidak bisa datang?"
Momon melihat seberkas ekspresi kecewa di wajah Madam Shortcake, "Tidak, maafkan aku, Madam. Aku sudah berusaha membujuknya, tapi Milady bilang ia sibuk di bulan November ini. Bukan petualangan, tapi menghibur mereka yang sakit," jeda sebentar lalu Momon melanjutkan, "selain itu, Milady tidak suka dengan pembahasan tema cinta segitiga. Karena menurut Milady, cinta segitiga tidak adil dan pasti ada satu pihak yang akan terluka."
"Aku mengerti. Hanya saja debat buku sore ini pasti akan terasa seru apabila Lady Storytelling ikut." Madam Shortcake lalu melepaskan genggaman tangannya dari lengan Momon dan menunjuk arah teras, "Silakan, Miss Momon."
Suasana teras sudah ramai oleh percakapan dan gelak tawa saat Madam Shortcake memulai jamuan minum tehnya. Bukan sekedar jamuan minum teh biasa, karena sore ini mereka akan membahas buku percintaan berjudul Fleur. Madam Shortcake bertindak selaku host dan moderator.
Madam Shortcake mengambil nafas sejenak, lalu ia bekata, "Baiklah, Nona-nona sekalian dan Lady Wan, karena kita sudah berkumpul semua, jadi silakan nikmati jamuannya dan bahas bukunya." Madam Shortcake mengambil 1 poci yang berisi teh chamomile dan menuangkannya ke cangkir Lady Wan. "Selain itu, tidak perlu menggunakan bahasa resmi dan kaku, jadikan pembahasan ini santai."
"Oke, lagian mengapa sok resmi? Kita tidak berada dalam istana raja" sahut Lady Wan acuh tak acuh.
"Dan gue masih bingung, kenapa elo bisa ikutan dalam acara bahas buku ini, Lady Wan," celetuk Miss Pinkimos.
"Maksud elo apa?" tanya Lady Wan, heran.
Miss Pinkimos mengambil sekeping kue choco-chip, "Elo kan selalu ngaku kalau elo orangnya logis dan lebih suka cerita yang masuk akal. Gue heran, kok elo bisa ikut masuk klub pecinta novel romens sih?" Miss Pinkimos lalu mencelupkan kue choco-chipnya ke segelas susu. "Maksud gue, yang namanya cinta itu tidak ada logika."
"Yee, justru karena gue logis dan yang paling rasional, makanya gue harus ikut pembahasan ini," jawab Lady Wan sambil kipas-kipas. "Menurut gue tuh, cinta yang sehat adalah cinta yang masih bisa menggunakan logika dan akal sehat."
Miss Grinlif ikut menimpali, "Gue baru tau kalau elo ternyata hopeless romantic juga. Biasanya kan elo selalu bilang cinta itu lebay dan keju."
"Iya, emang benar, cinta itu lebay dan keju. Makanya gue ada di sini, mencegah elo orang jadi ikut-ikutan lebay dan keju. Gue adalah pengingat," ujar Lady Wan dengan pedenya yang diikuti sahutan, 'wooo' dari para hadirin lain.
"Cukup, cukup," Madam Shortcake menengahi. "Sekarang bahas bukunya, jadi Fleur ini bercerita mengenai kisah cinta antara peri bunga bernama Belidis, Dewa Bumi bernama Fermio dan Dewa Matahari bernama Helras. Tidak seperti peri bunga lain yang bisa menumbuhkan bunga dengan mudah. Belidis adalah seorang peri bunga lemah, hanya untuk membuat sekuntum bunga mekar saja, ia kesulitan. Hingga suatu hari, ia bertemu dengan Dewa Bumi bernama Fermio. Pertemuan mereka tidak biasa, namun pertemuan itu sungguh meninggalkan kesan bagi Fermio dan Belidis. Mereka berdua saling jatuh cinta.
Dewa bumi memberikan kekuatannya pada Belidis untuk membantunya menumbuhkan pohon-pohon dan bunga-bunga. Sayang, kisah cinta mereka terusik oleh Helras, Sang Dewa Matahari. Helras juga jatuh cinta pada Belidis dan berusaha memisahkan kebersamaan Fermio dan Belidis. Namun baik Fermio maupun Belidis saling bersumpah, meskipun mereka berpisah, mereka akan tetap saling mencintai satu sama lain. Apakah itu di kehidupan masa kini ataupun kehidupan yang akan datang.
Helras yang cemburu dan marah juga ikut membuat sumpah, ia bersumpah walaupun Fermio dan Belidis saling mencintai sampai kapanpun, mereka tidak akan bisa bersatu. Sebab Helras akan merebut Belidis dari Fermio.
Akhirnya abad demi abad berlalu. Belidis, Fermio dan Helras telah bereinkarnasi menjadi manusia. Belidis menjadi seorang nona bangsawan berparas jelita bernama Florence, Fermio menjadi George, kakak angkat Florence, dan Helras menjadi Alford Cromwell, seorang bangsawan terpandang yang sangat disegani dan juga tunangan Florence."
Madam Shortcake kembali mengambil nafas sejenak setelah membacakan kalimat-kalimat panjang tersebut, lalu ia kembali berbicara, "Mulai dari Miss Momon dahulu," ia mempersilakan tangannya ke arah Momon. "Miss Momon, apa pendapatmu tentang cover buku ini?"
Momon tampak bersemangat, "Covernya cantik. Gambar buku tua dengan background coklat, menyiratkan kesan klasik. Lalu gambar kupu-kupu dan ranting pohon menyiratkan kesan fantasinya." Ia lalu terdiam sesaat, "Tapi kurang suka sama gambar wajah orang di cover belakangnya. Kesannya jadi seperti romens picisan."
Madam Shortcake mengangguk, lalu ia mengalihkan pandangannya kepada tikus dengan telinga pink, "Lalu bagaimana cara penuturan cerita di buku ini menurutmu, Miss Pinkimos?"
Miss Pinkimos menyesap tehnya sebelum menjawab, "Suka banget. Kata-katanya tersusun luwes. Kalimat-kalimat dalam narasinya mengalir lancar. Pokoknya diksinya enak dibaca dan enak didengar," kemudian ia meletakkan cangkir tehnya di meja, "Begitu pula percakapan dan interaksi antar karakter, seperti emosi, ekspresi. Semua digambarkan dengan jelas"
"Bagaimana dengan karakter-karakternya, Miss Grinlif?" tanya Madam Shortcake kepada Grinlif yang sedari tadi tampak asyik memainkan cream pada kue tartnya.
Grinlif menoleh ke arah Madam Shotcake, "Aku suka dengan karakter-karakternya, Madam. Kurasa yang jadi kekuatan novelnya lebih karena karakter."
"Dan karakter favoritku adalah Alford Cromwell. Dia romantis banget tapi...," ujar Bleka tiba-tiba, membuat perhatian semua orang teralih padanya, lalu raut wajahnya tampak sedih. "Tapi kasihan Alford, seharusnya ada keadilan juga buat dia."
Momon, Pinkimos dan Madam Shortcake diam-diam mengangguk. Hanya Grinlif yang tampak tidak setuju. Sedangkan Lady Wan sibuk mengoleskan selai lemon ke biskuit crackernya.
"Maaf menyela," tukas Lady Wan tiba-tiba, "tapi sekeren-kerennya karakter Alford Cromwell, harap diingat apa yang dia lakukan pada Florence di halaman 233." Ia lalu mengambil kepingan biskuit cracker lain dan menaruhnya di atas olesan selai lemon yang lalu membentuk biskuit sandwich cracker. Kemudian ia mencondongkan kepalanya dan berbisik, "Alford memukul Florence hingga lebam. Dan menurutku, sekalipun tunangannya salah, seorang pria tetap tidak boleh melakukan tindakan seperti itu terhadap seorang wanita."
"Benar," timpal Grinlif bersemangat. "Seorang gentleman tidak akan melakukan hal tersebut, semarah apapun dia. Seharusnya dia bisa menjaga emosinya. George adalah satu-satunya yang pantas untuk Florence."
"Tapi Grinlif, aku juga tidak suka kisah percintaan Florence-George," potong Lady Wan cepat. "Maksudku, mereka kakak-adik. Sekalipun tidak memiliki hubungan darah, tapi euhh bayangkan kakak-adik dan sudah dari kecil bersama-sama. Itu namanya pseudo-incest. Aku tak setuju."
"Kali ini aku setuju dengan Lady Wan," jawab Pinkimos. "Mereka kakak-adik. Mengapa harus kakak-adik? Mengapa tidak buat hubungan cinta beda status sosial saja. Lebih enak dan sesuai dengan yang sering terjadi di era Victorian."
"Benar," tambah Bleka. "Incest atau pseudo-incest, rasanya seperti membayangkan Miss Momon jatuh cinta dengan saudara kembarnya sendiri, Tuan Monky.
Seketika itu juga teh yang baru masuk ke mulut Momon langsung tersembur keluar. Setelah terbatuk-batuk dan menenangkan diri. Momon langsung menatap jengkel ke arah Bleka, "Gila aja, masa menyandingkan gue sama monyet kurang ajar itu. Seandainya tuh monyet nggak ada hubungan darah sama gue pun, ogah gue disandingin sama dia."
"Elo kenapa sih? Bete banget sama dia?" Grinlif tampak penasaran.
Panjang penjelasannya kalau sudah menyangkut hubungan Monky dan Momon. Tapi yang jelas Momon masih jengkel dengan ulah Monky yang menyembunyikan novel-novel romancenya. Kalau saja bukan karena bantuan Lady Storytelling yang mengancam akan membuang buah pisang dari menu makanan mereka, Monky tidak akan mengembalikan novel-novel romance Momon.
"Udah ah, jangan ngomongin Monky. Merusak suasana aja," Momon ogah menjawab, wajahnya masih cemberut.
Madam Shortcake langsung mengambil alih suasana, "Ayo semua, kembali ke topik. Jadi menurut kalian bagaimana ceritanya?"
"Kalau menurutku, akan lebih seru kalau endingnya dibuat sebaliknya. Jadinya akan mirip cerita dengan...," Pinkimos tampak berpikir. "Apa tuh drama Korea yang waktu itu cowoknya naksir sama ceweknya gara-gara ceweknya berani ninju cowoknya. Padahal tuh cowok kan ditakuti sama semua anak di sekolah karena kaya dan berkuasa."
"Boys Before Flower!" Momon dan Bleka menjawab serempak.
"Gue suka tuh film. Romantis," ujar Momon
"Cowonya ganteng dan seksi," lanjut Bleka.
"Tapi pemaksa, tukang perintah, suka seenaknya. Gue lebih suka temannya yang lembut," protes Grinlif.
Madam Shortcake mengetuk-ngetuk sendok ke meja, "Cukup, kalian OOT. Balik ke topik."
"Aldis lebih bagus," gumam Lady Wan.
Madam Shortcake dan yang lain langsung menoleh ke arah Lady Wan, "Apa yang kau maksud Lady Wan?"
Lady Wan membuka kipasnya dan mulai mengipas, "Namanya, maksudku. Daripada Belidis, Aldis lebih enak didengar. Belidis mengingatkanku akan unggas dan merek saus sambal. Lagi pula, apa sih keistimewaan si Florence ini sampai diperebutkan 2 pria bangsawan tampan? Aku masih lebih suka karakernya saat menjadi Belidis. Florence terlalu plin plan dan kurang tegas menurutku."
"Lady Wan," ujar Pinkimos, wajahnya tampak usil, "elo ngaku aja deh. Benarnya elo ngiri kan sama si Florence ini. Karena dia bisa diperebutkan 2 cowok ganteng, sedangkan elo sudah 3 musim, gagal melulu dapat calon suami potensial."
Wajah Lady Wan tampak merah padam, namun dengan seketika ia sudah berhasil mengendalikannya, ia membuka kipasnya dan menyembunyikan sebagian wajahnya di kipas lalu memasang ekspresi angkuh, "Dengar yah, gue bukannya gagal mendapat calon suami. Yang benar adalah, banyak yang mendekati gue tapi gue tolak. Karena mereka semuanya di bawah level gue dan tidak sesuai dengan kriteria yang gue idamkan."
"Memang kriteria calon suami idaman elo, yang seperti apa, Lady Wan?" tanya Bleka.
Lady Wan menurunkan kipasnya, matanya tampak menerawang, "Kriteria suami yang gue idamkan tuh yang punya tampang ganteng seperti Henry Cavill, senyuman menawan seperti Michael Fassbender, lalu suara menggoda dengan aksen seksi seperti Benedict Cumberbatch dan sifat gentleman seperti Tom Hiddlestone," wajahnya tampak merona. "Ahhh, gue jadi klepek-klepek sendiri."
Momon, Grinlif dan Pinkimos tampak bisik-bisik.
"Huh, katanya rasional," gumam sebuah suara.
"Dan katanya berpikir logis," ujar sebuah suara lain.
"Kenyataannya nggak waras dan delusional," timpal suara lain lagi.
Lady Wan kesal dan langsung merauk beberapa permen pedas dan melemparnya ke arah Momon, Pinkimos dan Grinlif yang sedang berbisik-bisik.
Dentingan suara sendok diketuk kembali terdengar, "Balik ke topik," hardik Madam Shortcake. Lalu ia memulai percakapan, "Aku setuju dengan pendapat Lady Storytelling mengenai cinta segitiga," ia menoleh dan mengangguk pelan ke arah Momon, "cinta segitiga itu tidak adil dan pasti ada salah satu pihak yang akan terluka."
"Padahal, padahal, si Alford sudah berbicara seperti ini pada Florence," sambung Bleka
"Florence, apa kau mencintaiku atau tidak, aku tidak ambil pusing. Aku menginginkanmu, dan itulah yang terpenting bagiku."
"Jika ada satu hal, hanya satu hal saja di dunia ini, yang bisa membuatku terpisah darimu, apa pun itu, aku akan menggunakan segala cara yang kupunya untuk membuatnya musnah." ~hal. 127
"Aku tidak khawatir akan pernikahan, Aku khawatir akan rasa dingin di antara kita." ~hal. 181
Pinkimos ikut menambahkan, "Aku setuju.Seperti yang Alford sendiri bilang di hal. 270, mengapa semua menganggapnya sebagai orang yang jahat? Ia hanya memperjuangkan apa yang semua orang perjuangkan. Ia memperjuangkan cintanya."
"Ia seperti Loki di film Thor: The Dark World, karakter yang rumit, tapi banyak groupie dan fangirlnya," desah Grinlif.
"Aku juga suka dengan Loki," Momon tampak bersemangat kembali. "Mereka harus membuat film tersendiri tentang Loki."
"Jangan mulai OOT, ini peringatan terakhir" Madam Shortcake tampak jengkel.
"Jadi akhirnya Alford ini belajar arti cinta sejati, seperti Dear John?" tanya Lady Wan
"Dan jangan berspekulasi yang menimbulkan spoiler dan OOT lagi," pertanyaan Lady Wan langsung ditutup oleh Madam Shortcake. "Hari sudah nyaris gelap, langsung saja kita tutup, berapa bintang?"
"Tiga bintang,karena ceritanya terlalu banyak didramatisir" jawab Lady Wan.
"Empat bintang, suka cerita dan endingnya," jawab Grinlif.
"Empat bintang, suka dengan Alford yang keren," jawab Momon.
"Gue setuju dengan Momon," jawab Pinkimos
"Dua bintang. Karena nggak adil buat Alford, jawab Bleka.
Lady Wan, menatap Bleka, "Dua bintang tidak adil. Penuturan dan plotnya sudah oke. Kalau soal cerita, gue juga ngga setuju sih, tapi nggak sampai 2 bintang lha."
"Lagian kalau alasan elo kasih 2 bintang karena alasan OTP elo nggak canon, bikin aja fanficnya sendiri," sambung Grinlif sambil menuang tehnya ke cangkir. "Banyak kok fanfic yang sukses, contohnya Lima Puluh Semburat Kelabu. Elo bisa buat si Alford jadi Christian Grey. Cocok kan sama-sama cowok alpha male posesif."
"Ih, enak aja, elo samain Alford sama si Grey yang itu," tukas Bleka jengkel.
"CUKUP! Aku bilang jangan ada OOT lagi!" Madam Shortcake menggebrak meja. Ia jengkel dengan semua obrolan OOT dari para tamunya. Sementara para tamu lain tampak kaget. Mereka belum pernah melihat Madam Shortcake marah.
Madam Shortcake lalu mengambil nafas dan menghembuskannya. Ia memejamkan mata dan kembali memasang ekspresi tenang, "Baiklah kukira yang adil adalah tiga setengah bintang. Bagaimana, kalian setuju?"
Para tamunya kali ini tidak ada yang berbicara. Mereka kanya mengangguk-angguk tanda setuju.
Usai sudah, jamuan minum teh sore.
Disclaimer : http://emoticoner.com/
"Tiga bintang,karena ceritanya terlalu banyak didramatisir" jawab Lady Wan.
"Empat bintang, suka cerita dan endingnya," jawab Grinlif.
"Empat bintang, suka dengan Alford yang keren," jawab Momon.
"Gue setuju dengan Momon," jawab Pinkimos
"Dua bintang. Karena nggak adil buat Alford, jawab Bleka.
Lady Wan, menatap Bleka, "Dua bintang tidak adil. Penuturan dan plotnya sudah oke. Kalau soal cerita, gue juga ngga setuju sih, tapi nggak sampai 2 bintang lha."
"Lagian kalau alasan elo kasih 2 bintang karena alasan OTP elo nggak canon, bikin aja fanficnya sendiri," sambung Grinlif sambil menuang tehnya ke cangkir. "Banyak kok fanfic yang sukses, contohnya Lima Puluh Semburat Kelabu. Elo bisa buat si Alford jadi Christian Grey. Cocok kan sama-sama cowok alpha male posesif."
"Ih, enak aja, elo samain Alford sama si Grey yang itu," tukas Bleka jengkel.
"CUKUP! Aku bilang jangan ada OOT lagi!" Madam Shortcake menggebrak meja. Ia jengkel dengan semua obrolan OOT dari para tamunya. Sementara para tamu lain tampak kaget. Mereka belum pernah melihat Madam Shortcake marah.
Madam Shortcake lalu mengambil nafas dan menghembuskannya. Ia memejamkan mata dan kembali memasang ekspresi tenang, "Baiklah kukira yang adil adalah tiga setengah bintang. Bagaimana, kalian setuju?"
Para tamunya kali ini tidak ada yang berbicara. Mereka kanya mengangguk-angguk tanda setuju.
Usai sudah, jamuan minum teh sore.
Disclaimer : http://emoticoner.com/
Cara ngeriviewnya menarik ^^ Tapi malah lebih seru baca obrolan "tokoh-tokoh" rekaanmu dibandingkan nyimak reviewnya :p
BalasHapusobrolan OOTnya emang seru sih, cuma bisa dikeplak sama Madam Shortcake kalau OOT melulu
Hapushahahaha.. lucuu, emiticon2nya juga ngegemesin *cups* psstt.. itu lady wan curcol bangets ya soal calon suami, ahahahaha :))
BalasHapushahaha, membayangkan Lady Wan dan Lady Storytelling debat #ngayalterus
HapusAku ngakak pas bagian ini, mbak: Belidis mengingatkanku akan unggas dan merek saus sambal. XD
BalasHapusReviewnya lucu, karakter dan emotnya imut :3
hahaha, Lady Wan itu dialogue stealer
HapusMakasih banget yaa udah baca dan review! :D Alford emang banyak menuai fangirl, hehehe
BalasHapusmakasih udah mampir sis :D
HapusWah, lucu reviewnya. Pake dialog-dialog unyu, nama tokohnya juga enak dimakan. #ditendang Madam Shortcake
BalasHapusTokoh Alford itu emang nggak disangka. Dari jahat, terus malah jadi tokoh yang bikin simpati. Kasiannnn... Nggak dpt apa-apa dia di akhir.