Pengarang: Poppy D. Chusfani
Penerjemah: Gramedia Pustaka Utama
Editor: C. Donna Widjajanto
Sampul & ilustrasi dalam: Anne M. Oscar
Jumlah halaman: 200 halaman
Cetakan 1, Agustus, 2013
Segmen: Dewasa
Genre: Kumpulan cerpen, dark fantasy, mystery,
thriller, horror
Harga: Rp 42.000
Rate: ★★★★
Masih dalam rangkaian October Hallowen reading alias membaca buku bertema horror/mystery/thriller/dark selama bulan Oktober, kali ini pilihan saya adalah Orang-Orang Tanah dari penerjemah favorit saya, Mbak Poppy D. Chusfani.
Orang-Orang Tanah adalah sebuah novel yang berisi kumpulan cerpen dari penulis sekaligus penerjemah Poppy D. Chusfani. Tepatnya 9 cerita pendek yang mempunyai satu benang merah yang sama, yaitu perjuangan dan balas dendam.
Orang-Orang Tanah adalah sebuah novel yang berisi kumpulan cerpen dari penulis sekaligus penerjemah Poppy D. Chusfani. Tepatnya 9 cerita pendek yang mempunyai satu benang merah yang sama, yaitu perjuangan dan balas dendam.
Jangan terkecoh oleh ilustrasi sampul Orang-Orang Tanah yang mirip ilustrasi pada buku anak-anak. Buku ini sama sekali tidak ditujukan untuk anak-anak. Beberapa adegannya (Bulan Merah) bahkan terkesan vulgar dan balik ke isi ceritanya yang rata-rata mempunyai tema balas dendam. Kalau yang pernah baca Malaikat Jatuh-nya Clara Ng, suasana atau aura buku ini banyak mengingatkan saya akan novel tersebut, yaitu perasaan suram dan seram saat membacanya.
Mari bahas satu-persatu:
1. Jendela. Suasana sudah terasa suram sejak lembar pertama. Mulai dari setting sampai keadaan dan kondisi Dinah yang begitu menyedihkan dan langsung mengundang simpati pembaca. Saya tidak punya catatan apa-apa tentang cerpen pembuka ini, tapi sedih dan pahitnya sangat terasa mengingat kisah Dinah adalah sebuah realita sosial yang juga ada di dunia nyata.
2. Pelarian. Cerpen ini sangat terasa high-fantasy, karena penulis sudah membangun world-building yang cukup lengkap untuk ukuran cerpen. Intrik politik dalam dunia tersebut sudah ada, begitu pula dengan ras "kaum laut" yang membuat saya penasaran. Suatu cerpen yang sangat berpotensi untuk menjadi novel.
3. Pondok Paling Ujung. Membaca cerpen ini terasa seperti membaca Metro-Pop dengan genre horror dan misteri. Awalnya cerita terasa cozy dan membuat saya ingin merasakan suasana pondok tersebut juga, lalu menjadi paranoid karena insiden ulat bulu dan selanjutnya serangkaian horror yang mengundang tanda tanya pada misteri di pondok tersebut. Tampaknya seru juga yang kalau penulis membuat novel Metropop seperti ini.
4. Bulan Merah. Menurut saya Bulan Merah adalah cerpen dengan suasana paling suram, depresi dan gore dari semua cerpen dalam buku ini. Saya sukses dibuat merasa depresi dengan suasana dan kondisi dalam cerita Bulan Merah yang seperti tanpa harapan. Kendati bukan jenis cerita yang saya sukai karena bikin depresi tapi Bulan Merah salah satu cerpen yang membekas dalam ingatan saya, mungkin karena sudut pandang pertama dengan tokoh laki-laki.
5. Dewa Kematian. Dari segi isi cerita Dewa Kematian sebenarnya biasa saja tapi cara penulis mengungkap misteri Sang Venus yang menggunakan sudut pandang orang kedua akan selalu membuat pembaca penasaran apa yang sebenarnya sedang terjadi.
6. Pintu Kembali. Membaca cerita ini membuat saya teringat akan buku The Book of Lost Things-nya John Connolly. Kisah Kiran dalam menemukan jalan pulang dan bagaimana setiap kejadian yang dialami oleh Kiran seperti suatu metafora atau refleksi atas apa yang terjadi dalam kehidupan nyata Kiran sendiri. Yang saya suka dari cerpen ini adalah akhirannya yang cerah dan tidak sepahit atau segelap cerpen-cerpen lain dalam buku ini
7. Lelaki Tua dan Tikus. Salah satu cerpen dengan tema balas dendam atau penghakiman yang cukup terasa. Saya juga suka dengan kisah yang ini, ceritanya tidak terlalu seram tapi di satu sisi sangat vokal menyuarakan ganjaran bagi mereka yang suka menyakiti atau menjahati sesamanya manusia.
8. Sang Penyihir. Lagi-lagi cerpen dengan nuansa balas dendam yang kental. Cerita ini seolah mencela sifat-sifat manusia yang picik dan suka membalas air susu dengan air tuba hanya demi ambisi pribadi. Saya masih penasaran kok si pemuda tidak bertindak apa-apa yah?
9. Orang-Orang Tanah. Cerpen terakhir sekaligus cerpen yang judulnya dipakai dalam sampul depan. Masih dalam tema balas dendam, tapi entah mengapa saya kurang suka dengan cerpen terakhir ini, karena terkesan tokoh utamanya terlalu jahat untuk ukuran anak kecil.
Akhir kata, saya menyukai keseluruhan cerpen dalam Orang-Orang Tanah. Dan cerpen seperti Pelarian tampaknya menarik untuk dibuat versi lebih panjang alias novel tentunya dengan alur yang penuh plot twist.
Review ini juga untuk RC:
2. Pelarian. Cerpen ini sangat terasa high-fantasy, karena penulis sudah membangun world-building yang cukup lengkap untuk ukuran cerpen. Intrik politik dalam dunia tersebut sudah ada, begitu pula dengan ras "kaum laut" yang membuat saya penasaran. Suatu cerpen yang sangat berpotensi untuk menjadi novel.
3. Pondok Paling Ujung. Membaca cerpen ini terasa seperti membaca Metro-Pop dengan genre horror dan misteri. Awalnya cerita terasa cozy dan membuat saya ingin merasakan suasana pondok tersebut juga, lalu menjadi paranoid karena insiden ulat bulu dan selanjutnya serangkaian horror yang mengundang tanda tanya pada misteri di pondok tersebut. Tampaknya seru juga yang kalau penulis membuat novel Metropop seperti ini.
4. Bulan Merah. Menurut saya Bulan Merah adalah cerpen dengan suasana paling suram, depresi dan gore dari semua cerpen dalam buku ini. Saya sukses dibuat merasa depresi dengan suasana dan kondisi dalam cerita Bulan Merah yang seperti tanpa harapan. Kendati bukan jenis cerita yang saya sukai karena bikin depresi tapi Bulan Merah salah satu cerpen yang membekas dalam ingatan saya, mungkin karena sudut pandang pertama dengan tokoh laki-laki.
5. Dewa Kematian. Dari segi isi cerita Dewa Kematian sebenarnya biasa saja tapi cara penulis mengungkap misteri Sang Venus yang menggunakan sudut pandang orang kedua akan selalu membuat pembaca penasaran apa yang sebenarnya sedang terjadi.
6. Pintu Kembali. Membaca cerita ini membuat saya teringat akan buku The Book of Lost Things-nya John Connolly. Kisah Kiran dalam menemukan jalan pulang dan bagaimana setiap kejadian yang dialami oleh Kiran seperti suatu metafora atau refleksi atas apa yang terjadi dalam kehidupan nyata Kiran sendiri. Yang saya suka dari cerpen ini adalah akhirannya yang cerah dan tidak sepahit atau segelap cerpen-cerpen lain dalam buku ini
7. Lelaki Tua dan Tikus. Salah satu cerpen dengan tema balas dendam atau penghakiman yang cukup terasa. Saya juga suka dengan kisah yang ini, ceritanya tidak terlalu seram tapi di satu sisi sangat vokal menyuarakan ganjaran bagi mereka yang suka menyakiti atau menjahati sesamanya manusia.
8. Sang Penyihir. Lagi-lagi cerpen dengan nuansa balas dendam yang kental. Cerita ini seolah mencela sifat-sifat manusia yang picik dan suka membalas air susu dengan air tuba hanya demi ambisi pribadi. Saya masih penasaran kok si pemuda tidak bertindak apa-apa yah?
9. Orang-Orang Tanah. Cerpen terakhir sekaligus cerpen yang judulnya dipakai dalam sampul depan. Masih dalam tema balas dendam, tapi entah mengapa saya kurang suka dengan cerpen terakhir ini, karena terkesan tokoh utamanya terlalu jahat untuk ukuran anak kecil.
Akhir kata, saya menyukai keseluruhan cerpen dalam Orang-Orang Tanah. Dan cerpen seperti Pelarian tampaknya menarik untuk dibuat versi lebih panjang alias novel tentunya dengan alur yang penuh plot twist.
Reviewd by:
Review ini juga untuk RC:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar