Judul: Champion (Legend #3)
Pengarang: Marie Lu
Penerbit: Mizan Fantasi
Penerjemah: Lelita Primadani
Editor: Dyah Agustine
Proofreader: Emi Kusmiati
Jumlah halaman: 457 halaman
Cetakan 1, Maret 2014
Segmen: Remaja, dewasa muda
Genre: Action, dystopia, science fiction, romance
Harga: Rp. 55.000
Rate: ★★★
Pengarang: Marie Lu
Penerbit: Mizan Fantasi
Penerjemah: Lelita Primadani
Editor: Dyah Agustine
Proofreader: Emi Kusmiati
Jumlah halaman: 457 halaman
Cetakan 1, Maret 2014
Segmen: Remaja, dewasa muda
Genre: Action, dystopia, science fiction, romance
Harga: Rp. 55.000
Rate: ★★★
"Saat emosi gagal, logikalah yang akan menyelamatkanmu. Kau mungkin iri pada Day, tapi kau tak akan pernah menjadi dirinya dan dia tak akan pernah menjadi dirimu. Dia bukan Elector Republik. Dia hanya seorang pemuda yang melindungi adiknya. Kau seorang politisi. Kau harus mengambil keputusan yang menghancurkan hatimu, yang melukai dan menipu, yang tak ada seorang pun akan mengerti. Itu Kewajibanmu." - June kepada Anden.
Sinopsis:
Ditemukannya penyebaran virus baru di wilayah perang Koloni mengancam perjanjian damai antara pihak Republik dan Koloni. Pihak Koloni memberikan tenggat waktu kepada Republik untuk menemukan penawarnya atau perang akan kembali pecah. Dan kali ini kemenangan tampaknya akan berpihak pada Koloni, sebab Koloni mendapat bantuan dari sekutu yang kuat yaitu Afrika.
Pihak Republik sudah mencoba semua cara untuk menemukan penawarnya, namun gagal. Satu-satunya cara yang tersisa adalah dengan meminta bantuan Eden, adik Day, untuk kembali menjadi eksperimen pihak Republik dalam menemukan penawar virus tersebut (antivirus?)
Namun bersediakah Day melepaskan Eden kembali setelah semua yang pihak Republik lakukan pada keluarganya? Pantaskah Republik mendapat pengorbanan nyawa dari Day lagi setelah semua penderitaan yang dialaminya?
Dystopia oh Dystopia
Kalau kalian membaca curhatan saya di event Around The Genre grup SFF mengenai dystopia, kalian pasti sudah menduga kalau saya sekarang lagi jenuh membaca YA dystopia. Dan akibatnya, saya jadi merasa sangat subyektif saat mereview buku bergenre dystopia, apalagi YA karena saya sudah pesimis duluan sama ceritanya.
Duh, saat ngetik ini, saya lagi review block alias bingung menulis kata-kata untuk mereview, jadi saya buat seperti ini saja deh:
Pros (+)
- Science fictionnya. Kunjungan ke Antartika itu salah satu scene stealer dalam buku ini, setelah nyaris 60% isinya tentang skema perang dan perundingan. Sebenarnya sih sci-fi-nya masih sedikit dan standar tapi yah adegan canggihnya negara Antartika itu salah satu yang menarik perhatian di buku ini, saya malah lebih tertarik sama cara pemerintah Antartika mengendalikan rakyatnya dengan sistem nilai itu.
Sayangnya, saya hanya bisa menyebutkan 1 hal saja yang saya suka dari Champion ini, sisanya so-so saja menurut saya.
Cons (-)
- Terlalu banyak idealisme yang ingin dibahas. Mulai dari kesetaraan perlakuan pemerintah antara si kaya dan si miskin, hubungan diplomatik dengan negara lain, keadilan sosial, kontribusi rakyat untuk negara. Sayangnya, saya merasa itu semua terkesan terlalu dipaksakan atau tempelan semata, karena sebagian terasa menguap begitu saja. Seperti sistem apa yang akhirnya diterapkan untuk mengatasi kesenjangan sosial antara si kaya dan si miskin seolah menguap tanpa penjelasan. Yah saya rasa penulis juga bingung secara di dunia nyata, masalah ini juga gak beres-beres. So I shouldn't complain about that.
- Haluan sistem dystopia yang berubah. Saya rasa cerita seharusnya berakhir di buku ke-2 saat Anden diangkat menjadi Elector yang baru dan mulai melakukan perubahan untuk Republik. Karena fokus di buku ke-3 berubah, karakter utama sudah bukan melawan sistem tidak adil Republik lagi, melainkan menjadi perang Republik vs Koloni. Seandainya saja ini high fantasy, saya tidak akan mengeluh.
- Plot virus itu agak terkesan maksa juga, istilahnya "sengaja dijadikan sumber konflik." Jadi di Champion, plot devicenya, virus.
- Deus ex Machina plot. Baik ending dan epilog terasa agak dipaksakan menurut saya. Spoiler (highlight to view): Perang dengan Koloni tiba-tiba langsung selesai dalam sekejap dan hubungan kedua negara langsung beres hanya karena Antartika tiba-tiba turun tangan. 400 halaman tentang perang langsung selesai hanya dengan 2 halaman yang berisi Antartika Tapi itu fiksi, karena dalam dunia nyata, PBB sekalipun pun selalu gagal menyatukan Korea Utara dan Korea Selatan ataupun mendamaikan timur tengah akibat terlalu banyak perbenturan kepentingan.
- Plot amnesia. Saya tidak pernah suka plot amnesia, mungkin kalau novel ini genrenya supernatural atau paranormal, saya masih lebih menerima. Hanya saja saat genrenya science fiction dystopia mengapa harus amnesia? Kalau dalam paranormal, mungkin saja ada pilihan untuk suatu pengorbanan demi menyelamatkan nyawa.
- Heroine yang galau menjelang ending. Saya pada dasarnya oke-oke saja dengan tokoh June. Dia tidak menyebalkan dan selalu bertindak rasional namun saya juga tidak bisa menyukainya sebab karakter June terlalu sempurna di mata saya jadi kesannya tidak tersentuh atau kurang realistis. Dan mengapa endingnya jadi banyak melihat kegalauan June karena Day? Jawabannya sederhana, karena buku ini adalah YA.
- Romance cinta segitiga. Nggak lengkap yah buku YA kalau tidak ada cinta segitiganya. Untung porsinya masih dalam batas wajar. Sejujurnya saya lebih suka June berakhir sama Anden saja, karena saya tidak suka Day. Entah mengapa saya merasa Day itu terlalu sok jagoan.
Kemiripan dengan The Hunger Games.
Di judul atas saya menulis apakah buku ini pengen jadi THG wannabe, sejak buku pertama memang sudah banyak yang mirip. Tapi di buku ke-3 ini saya lebih merasa banyak lagi kemiripannya dengan Mockingjay, misal:
- Day sebagai simbol harapan/pemberontakan. Katniss Everdeen juga begitu
- Cara Day memperlakukan adiknya dengan sangat protektif, mirip banget sama Katniss Everdeen.
- Akhir yang "terkesan" dibuat bitter sweet. Bedanya di Mockingjay, saya dapat kesan bitter tersebut, alias pesan yang ingin disampaikan penulis bagaimana perang telah memengaruhi mental seseorang dan bahkan mengubah kepribadian mereka tapi pada buku Champion, meski seluruh halaman buku tentang perang saya merasa gagal dapat perasaan bitter akibat perang. Jadi skor tertinggi yang bisa saya berikan cukup 3 bintang, karena buku ini hanya YA standar. Saran saya untuk penulis, buatlah buku genre high fantasy jika ingin membuat buku tentang perang dan romance sekaligus.
Reviewed by:
Lucky No. 15 RC: One Word Only
Hehe... Aku malah suka sama buku ini gara-gara kesialan June suka sama cowok sok jagoan model Day. Aku emang nggak suka sama si Day dari awal.
BalasHapusAku juga suka bagian Antartika. Sistemnya lucu. :)