Adakah yang baru mendengar kata dystopia untuk pertama kalinya? Mungkin bagi yang suka membaca buku dan memerhatikan genre, kata dystopia sudah tidak asing lagi dan juga sudah tahu artinya.
Kalau menurut mbak Wiki, dystopia adalah:
Distopia adalah masyarakat fiktif yang merupakan antitesis atau berlawanan dengan utopia. Masyarakat distopia umumnya hidup di bawah pemerintah yang totaliter atau otoriter, atau diawasi di bawah pengawasan sosial yang ketat dan menindas. Distopia biasanya terjadi pada masa depan bayangan atau sejarah alternatif, dan eksis akibat perbuatan manusia (merujuk kepada kesalahan yang dilakukan atau malah hanya merujuk kepada tindakan manusia yang sekadar berdiam diri dalam menghadapi masalah)
Beberapa tahun belakangan ini, setelah buku tentang sekolah sihir dan romansa vampir selesai, tampaknya trend bergeser ke buku bergenre dystopia dan seringnya yang populer adalah dystopia yang ditujukan untuk remaja atau segmen young adult.
Kalau berbicara soal buku YA dystopia populer, biasanya kita akan merujuk pada The Hunger Games trilogi karangan Suzanne Collins atau Divergent trilogi karya Veronica Roth. Dan kalau sudah berbicara 2 buku itu, maka yang pertama terlintas dalam pikiran saya adalah action dan pemberontakan melawan pemerintah. Padahal tidak semua buku dystopia berjenis action. Dan jauh sebelum The Hunger Games populer, sudah ada buku dystopia macam 1984 karangan George Orwell yang bahkan masuk salah satu buku yang 1001 books you must read before you die, yang sayangnya, saya belum kesampaian baca hingga saat ini, Jadi, mohon maaf kalau postingan genre dystopia kali ini lebih banyak membahas buku-buku YA - dystopia ^^
Main Concept for Dystopia: World Building and Setting
Bagi saya faktor utama saat membaca buku bergenre dystopia adalah setting dan world building atau konsepnya. Umumnya dunia dystopia digambarkan dalam suatu tempat atau negara atau komunitas yang sistem dalam masyarakatnya terlihat ideal (berkedok utopia) yang lahir akibat pemerintahan masa lalu yang gagal atau dari suatu musibah besar (misal bencana alam, kelaparan, wabah penyakit atau perang).
Genre dystopia dalam buku fiksi rata-rata bersetting masa depan, sering juga dystopia dipandang sebagai utopia negatif. Setting dalam dunia dystopia kadang overlapping dengan post apocalypse dan science fiction. Walau tidak semua dystopia harus bersetting canggih dengan peradaban yang hancur. Karena dystopia lebih terlihat dari pandangan politiknya.
Dan dystopia itu sendiri menurut saya tidak hanya ada dalam dunia fiksi saja. Karena dystopia itu juga sejenis perspektif pribadi, contoh dalam dunia ini (termasuk Indonesia) bagi mereka kaum berduit atau orang kaya, dunia adalah utopia karena dengan uang, apa saja nyaris bisa dibeli termasuk hukum, sebaliknya untuk mereka yang miskin, dunia itu adalah dystopia. Tapi karena saya di sini membahas tentang fantasi dan buku fiksi maka saya akan bahas beberapa setting dalam buku-buku dystopia yang pernah saya baca.
Note: Saya tidak akan membahas plot cerita utamanya, hanya ke setting atau konsep saja.
The Hunger Games by Suzanne Collins
Rata-rata para pecinta fantasi pernah membaca The Hunger Games karya Suzanne Collins karena novel ini sangat populer apalagi setelah diangkat film dengan aktris Jennifer Lawrence sebagai Katniss Everdeen. The Hunger Games selanjutnya akan saya singkat menjadi THG, dalam satu wawancaranya, sang pengarang pernah berkata konsep dystopia dalam THG terinspirasi dari suatu legenda Yunani kuno, di mana para anak-anak dihukum akibat kesalahan masa lalu dari orang tua mereka. Dalam hal ini, pemerintah di novel THG mencoba mengendalikan masyarakatnya dengan menggunakan anak-anak mereka dalam THG - suatu acara reality show brutal yang mengharuskan peserta saling bunuh agar bisa selamat, sebagai pengingat atau sandera agar rakyat mereka tidak macam-macam atau coba untuk memberontak melawan pemerintah. Sementara itu area-area dalam negara Panem berupa distrik-distrik yang dibagi berdasarkan jenis pekerjaan dalam masyarakatnya.
Meski setting dalam THG tampak absurd, tapi penulis sukses membuat suatu gambaran dunia dystopia yang nyata dan suram.
Uglies by Scott Westerfeld
Seri Uglies mengangkat isu sosial mengenai fisik atau kecantikan. Pada dasarnya saya suka akan ide penulis yang mengangkat tema fisik dalam konsep dystopia. Karena sekarang saja masalah fisik sering menjadi kesenjangan sosial dalam masyarakat. Sering kan baca berita kalau orang cantik atau ganteng itu meski tidak pintar atau sikapnya jelek tetap lebih gampang terkenalnya dibandingkan mereka yang biasa-biasa saja. Gadis cantik penjual jeruk dan mas-mas kereta api ganteng tiba-tiba saja masuk TV hanya karena mereka rupawan. Seorang dosen bisa populer di medsos bukan karena materi yang diajarkan tapi karena ganteng banget seperti model. Bahkan di beberapa negara (macam Korea), orang sulit cari kerja kalau tampangnya jelek atau biasa saja meski mereka pintar, tidak heran operasi plastik menjadi suatu hal yang lazim.
Nah Uglies mengangkat tema ini. Jadi pemerintah mewajibkan setiap warganya yang sudah berusia 16 tahun untuk dioplas dan memasuki hidup baru yang lebih banyak bersenang-senang seperti pesta dan hura-hura dan oplas itu juga membuat otak mereka menjadi lamban dan dangkal.
Dan menurut saya pribadi ini cara yang cukup menyenangkan untuk mengendalikan masyarakat. Bayangkan bila kita ditawari oplas agar bisa mempunyai wajah dan tubuh ala idola K-Pop atau seleb Hollywood dan sesudah oplas, kita dipindahkan ke suatu area yang masyarakatnya hidup hanya untuk bersenang-senang dalam kemewahan dan menjadi populer. Saya baru membaca buku ke-1, jadi saya belum tahu mengenai sistem pekerjaan dan nasib mereka yang sudah tua, selain itu meski konsep/ide sudah menarik, sayang eksekusi penulisannya dan dystopianya kurang terasa greget (IMO), makanya saya hanya baca buku pertamanya saja.
Delirium by Lauren Oliver
Delirium sebenarnya agak mirip sama Uglies karena sama-sama melibatkan operasi untuk mengubah sifat masyarakatnya. Cuma kalau di Uglies, latar belakangnya fisik dan operasi dilakukan untuk membuat otak menjadi telmi, dalam Delirium operasi dilatar belakangi untuk menghilangkan cinta/emosi. Cinta atau emosi terkadang suka membuat manusia melakukan hal yang diluar nalar dan kewajaran. Cinta terkadang membuat manusia bertengkar atau bahkan saling membunuh. Karena itu setiap remaja yang berusia 18 tahun wajib menjalani prosedur operasi agar terhidar dari penyakit cinta dan pemerintah akan mencarikan jodoh untuk mereka. Dan saya suka bagaimana penulis membangun suatu dunia tanpa cinta di mana walau masyarakat terlihat tenang dan damai, di satu sisi juga menjadi tidak peduli akan orang lain yang butuh pertolongan, dan ungkapan perasaan atau afeksi tidak diperbolehkan.
Unwind by Neal Shusterman
Unwind adalah salah satu YA dystopia favorit saya. Unwind mengangkat tema sosial mengenai kelebihan populasi dalam masyarakat dan isu hak hidup vs hak aborsi. Dalam masyarakat ada jenis orang yang tidak diinginkan, misal remaja bermasalah dan anak yatim piatu dan bagaimana cara menyingkirkan mereka namun juga membiarkan mereka tidak benar-benar mati. Cara untuk menyingkirkan mereka adalah dengan Unwind atau pemisahan raga. Uniknya Unwind ini, bukan sekedar transplantasi organ atau potongan tubuh semata, karena meski raga seseorang sudah terpisah, proses teknologi dalam novel Unwind memungkinkan seorang Unwind tetap hidup meski bagian-bagian tubuhnya terpisah, misal ingatan-ingatan dalam otaknya tetap utuh di tubuh orang lain. Membaca Unwind terasa seperti memasuki diskusi mengenai kehidupan manusia dan sang pengarang tidak sekedar memakai pemikirannya belaka saat menuliskan berbagai macam pendapat dalam Unwind, Neal Shusterman terlebih dahulu melakukan riset saat menulis novelnya.
Legend by Marie Lu
Dunia dystopia dalam Legend adalah dunia dengan pemerintahan militer. Setiap anak yang berumur 10 tahun akan mengalami suatu seleksi awal untuk menentukan posisi mereka dalam masyarakat. Bila mereka mendapatkan nilai tinggi dalam ujian ini, maka secara otomatis mereka akan masuk dalam pemerintahan militer, hidup dalam golongan elit, dan pastinya punya kuasa dalam pemerintahan. Bila nilainya sedang-sedang saja, masuk golongan cukup nyaman namun tidak ada kuasa, nilai rendah akan menjadi buruh dan di bawah itu, hmm saya takutnya spoiler.
Entah mengapa saya merasa konsep dystopia dalam Legend biasa saja. Secara konsep Legend sebenarnya cukup masuk akal (saat ini ditulis, saya baru baca hingga buku ke-2, di mana penulis ada menjelaskan asal mula konsep dystopianya), seperti penyebab dystopia yang terjadi dan bagaimana cara mengendalikan masyarakat dengan mengubah negara menjadi pemerintahan militer yang keras dan otoriter terhadap rakyatnya. Tapi saya merasa eksekusinya lebih ke plot story tipikal YA-nya daripada membahas konsep dystopia itu sendiri, yang untungnya ada perbaikan di buku keduanya. Saya merasa penulis sangat terinspirasi dari kisah Romeo dan Juliet, Robin Hood dan The Hunger Games saat menulis kisah Legend dan kebetulan saya sedang jenuh membaca Dystopia dengan ide utama anak-anak berkemampuan super yang (lagi-lagi) menyelamatkan dunia dengan balutan romantisme yang kental #peace
Divergent by Veronica Roth
Kalau ada konsep dystopia yang maksa dan aneh, maka saya akan nominasikan ke Divergent. Maafkan saya untuk para penggemar Divergent. Tapi saya masih gagal paham konsep dystopia yang dibangun dari sifat manusia yang dikelompokkan dalam sistem faksi. Kalau minat dan hobby mungkin lebih wajar atau lebih tepatnya pandangan politik/ideologi. Entah, saya merasa penulis Divergent tidak melakukan riset mengenai apa itu dystopia. Penulisnya seolah ingin membuat suatu fanfic topi seleksi Harry Potter ala dystopia dengan unsur action dan tokoh-tokoh utama yang kick-ass seperti The Hunger Games.
Walau di buku ke-3 Allegiant ada terjawab mengenai asal muasal sistem faksi ini tapi saya merasa alasannya tetap maksa juga karena sifat jelek manusia itu seolah karena unsur genetik saja, saya gaptek iptek jadi saya tak tahu seberapa besar pengaruh gen terhadap kepribadian seseorang tapi saya percaya faktor eksternal lebih besar pengaruhnya. Lalu setelah gen manusia dimodifikasi, ternyata hasilnya di luar harapan dan para ilmuwan mencoba membenarkannya kembali sampai menjadi manusia sebelum modifikasi gen alias Divergent, jadi Divergent itu cuma manusia biasa. Saya setuju dengan review salah satu blogger, Ayu yang bilang kalau penulis lebih baik jangan membuat Dystopia jika latar belakang atau tema dystopianya masih belum kuat.
Ada lagi The Giver yang baru saya review kemaren, tapi karena bahasan saya rasa sudah cukup panjang, jadi saya tidak akan bahas lagi. Tapi kalau mau tahu settingnya, silakan lihat review saya, eniwei The Giver settingnya sudah sesuai dengan apa yang disebut dystopia kok.
Ada beberapa seri YA dystopia yang sudah terbit di Indonesia macam Matched, The Darkest Mind, Shatter Me, Under The Never Sky, The Maze Runner, dll tapi saya sudah tidak tertarik mengikutinya lagi karena membaca dari review sepertinya beberapa YA dystopia sudah berubah fungsi menjadi tempelan saja karena fokusnya bukan dunia dystopianya lagi (tapi diusahakan terlihat seperti novel dystopia). Selain itu plot ceritanya menjadi umum di mana sekelompok remaja merasa tidak cocok dengan dunianya dan melakukan pemberontakan lalu merubah sistem dystopia agar tidak menjadi semakin hancur, mungkin saya harus menyalahkan The Hunger Games yang telah membuat genre dystopia populer dan selanjutnya lahirlah buku-buku YA dengan latar yang dipaksa-paksain dystopia atau istilah kasarnya cuma dystopian wannabe. Eniwei, saya suka The Hunger Games kok :)
BTW, saya juga tidak akan membahas dystopia lain yang dunianya lebih cocok ke sub-genre Post Apocalyptic karena melibatkan zombie, vampir, malaikat, monster dll.
GIVEAWAY
Nah sekarang saatnya untuk pengumuman Giveaway. Karena bahasan saya dystopia maka buku yang saya kasih juga dystopia. Saya akan kasih 1 set trilogi Legend karangan Marie Lu (ini dari kolpri saya, kondisi masih bagus karena saya cuma baca 1 kali dan sudah tersampul plastik) untuk 1 orang pemenang.
Nah inilah peraturan giveawaynya (mohon diperhatikan):
Caranya mudah saja. Lihat gambar-gambar di bawah ini:
Kalau sudah dipelototin gambar-gambarnya, maka silakan isi formulir di bawah, ini tantangannya gampang kok :D
Note: Saya tidak akan membahas plot cerita utamanya, hanya ke setting atau konsep saja.
The Hunger Games by Suzanne Collins
Rata-rata para pecinta fantasi pernah membaca The Hunger Games karya Suzanne Collins karena novel ini sangat populer apalagi setelah diangkat film dengan aktris Jennifer Lawrence sebagai Katniss Everdeen. The Hunger Games selanjutnya akan saya singkat menjadi THG, dalam satu wawancaranya, sang pengarang pernah berkata konsep dystopia dalam THG terinspirasi dari suatu legenda Yunani kuno, di mana para anak-anak dihukum akibat kesalahan masa lalu dari orang tua mereka. Dalam hal ini, pemerintah di novel THG mencoba mengendalikan masyarakatnya dengan menggunakan anak-anak mereka dalam THG - suatu acara reality show brutal yang mengharuskan peserta saling bunuh agar bisa selamat, sebagai pengingat atau sandera agar rakyat mereka tidak macam-macam atau coba untuk memberontak melawan pemerintah. Sementara itu area-area dalam negara Panem berupa distrik-distrik yang dibagi berdasarkan jenis pekerjaan dalam masyarakatnya.
Meski setting dalam THG tampak absurd, tapi penulis sukses membuat suatu gambaran dunia dystopia yang nyata dan suram.
Uglies by Scott Westerfeld
Seri Uglies mengangkat isu sosial mengenai fisik atau kecantikan. Pada dasarnya saya suka akan ide penulis yang mengangkat tema fisik dalam konsep dystopia. Karena sekarang saja masalah fisik sering menjadi kesenjangan sosial dalam masyarakat. Sering kan baca berita kalau orang cantik atau ganteng itu meski tidak pintar atau sikapnya jelek tetap lebih gampang terkenalnya dibandingkan mereka yang biasa-biasa saja. Gadis cantik penjual jeruk dan mas-mas kereta api ganteng tiba-tiba saja masuk TV hanya karena mereka rupawan. Seorang dosen bisa populer di medsos bukan karena materi yang diajarkan tapi karena ganteng banget seperti model. Bahkan di beberapa negara (macam Korea), orang sulit cari kerja kalau tampangnya jelek atau biasa saja meski mereka pintar, tidak heran operasi plastik menjadi suatu hal yang lazim.
Nah Uglies mengangkat tema ini. Jadi pemerintah mewajibkan setiap warganya yang sudah berusia 16 tahun untuk dioplas dan memasuki hidup baru yang lebih banyak bersenang-senang seperti pesta dan hura-hura dan oplas itu juga membuat otak mereka menjadi lamban dan dangkal.
Dan menurut saya pribadi ini cara yang cukup menyenangkan untuk mengendalikan masyarakat. Bayangkan bila kita ditawari oplas agar bisa mempunyai wajah dan tubuh ala idola K-Pop atau seleb Hollywood dan sesudah oplas, kita dipindahkan ke suatu area yang masyarakatnya hidup hanya untuk bersenang-senang dalam kemewahan dan menjadi populer. Saya baru membaca buku ke-1, jadi saya belum tahu mengenai sistem pekerjaan dan nasib mereka yang sudah tua, selain itu meski konsep/ide sudah menarik, sayang eksekusi penulisannya dan dystopianya kurang terasa greget (IMO), makanya saya hanya baca buku pertamanya saja.
Delirium by Lauren Oliver
Delirium sebenarnya agak mirip sama Uglies karena sama-sama melibatkan operasi untuk mengubah sifat masyarakatnya. Cuma kalau di Uglies, latar belakangnya fisik dan operasi dilakukan untuk membuat otak menjadi telmi, dalam Delirium operasi dilatar belakangi untuk menghilangkan cinta/emosi. Cinta atau emosi terkadang suka membuat manusia melakukan hal yang diluar nalar dan kewajaran. Cinta terkadang membuat manusia bertengkar atau bahkan saling membunuh. Karena itu setiap remaja yang berusia 18 tahun wajib menjalani prosedur operasi agar terhidar dari penyakit cinta dan pemerintah akan mencarikan jodoh untuk mereka. Dan saya suka bagaimana penulis membangun suatu dunia tanpa cinta di mana walau masyarakat terlihat tenang dan damai, di satu sisi juga menjadi tidak peduli akan orang lain yang butuh pertolongan, dan ungkapan perasaan atau afeksi tidak diperbolehkan.
Unwind by Neal Shusterman
Unwind adalah salah satu YA dystopia favorit saya. Unwind mengangkat tema sosial mengenai kelebihan populasi dalam masyarakat dan isu hak hidup vs hak aborsi. Dalam masyarakat ada jenis orang yang tidak diinginkan, misal remaja bermasalah dan anak yatim piatu dan bagaimana cara menyingkirkan mereka namun juga membiarkan mereka tidak benar-benar mati. Cara untuk menyingkirkan mereka adalah dengan Unwind atau pemisahan raga. Uniknya Unwind ini, bukan sekedar transplantasi organ atau potongan tubuh semata, karena meski raga seseorang sudah terpisah, proses teknologi dalam novel Unwind memungkinkan seorang Unwind tetap hidup meski bagian-bagian tubuhnya terpisah, misal ingatan-ingatan dalam otaknya tetap utuh di tubuh orang lain. Membaca Unwind terasa seperti memasuki diskusi mengenai kehidupan manusia dan sang pengarang tidak sekedar memakai pemikirannya belaka saat menuliskan berbagai macam pendapat dalam Unwind, Neal Shusterman terlebih dahulu melakukan riset saat menulis novelnya.
Legend by Marie Lu
Dunia dystopia dalam Legend adalah dunia dengan pemerintahan militer. Setiap anak yang berumur 10 tahun akan mengalami suatu seleksi awal untuk menentukan posisi mereka dalam masyarakat. Bila mereka mendapatkan nilai tinggi dalam ujian ini, maka secara otomatis mereka akan masuk dalam pemerintahan militer, hidup dalam golongan elit, dan pastinya punya kuasa dalam pemerintahan. Bila nilainya sedang-sedang saja, masuk golongan cukup nyaman namun tidak ada kuasa, nilai rendah akan menjadi buruh dan di bawah itu, hmm saya takutnya spoiler.
Entah mengapa saya merasa konsep dystopia dalam Legend biasa saja. Secara konsep Legend sebenarnya cukup masuk akal (saat ini ditulis, saya baru baca hingga buku ke-2, di mana penulis ada menjelaskan asal mula konsep dystopianya), seperti penyebab dystopia yang terjadi dan bagaimana cara mengendalikan masyarakat dengan mengubah negara menjadi pemerintahan militer yang keras dan otoriter terhadap rakyatnya. Tapi saya merasa eksekusinya lebih ke plot story tipikal YA-nya daripada membahas konsep dystopia itu sendiri, yang untungnya ada perbaikan di buku keduanya. Saya merasa penulis sangat terinspirasi dari kisah Romeo dan Juliet, Robin Hood dan The Hunger Games saat menulis kisah Legend dan kebetulan saya sedang jenuh membaca Dystopia dengan ide utama anak-anak berkemampuan super yang (lagi-lagi) menyelamatkan dunia dengan balutan romantisme yang kental #peace
Divergent by Veronica Roth
Kalau ada konsep dystopia yang maksa dan aneh, maka saya akan nominasikan ke Divergent. Maafkan saya untuk para penggemar Divergent. Tapi saya masih gagal paham konsep dystopia yang dibangun dari sifat manusia yang dikelompokkan dalam sistem faksi. Kalau minat dan hobby mungkin lebih wajar atau lebih tepatnya pandangan politik/ideologi. Entah, saya merasa penulis Divergent tidak melakukan riset mengenai apa itu dystopia. Penulisnya seolah ingin membuat suatu fanfic topi seleksi Harry Potter ala dystopia dengan unsur action dan tokoh-tokoh utama yang kick-ass seperti The Hunger Games.
Walau di buku ke-3 Allegiant ada terjawab mengenai asal muasal sistem faksi ini tapi saya merasa alasannya tetap maksa juga karena sifat jelek manusia itu seolah karena unsur genetik saja, saya gaptek iptek jadi saya tak tahu seberapa besar pengaruh gen terhadap kepribadian seseorang tapi saya percaya faktor eksternal lebih besar pengaruhnya. Lalu setelah gen manusia dimodifikasi, ternyata hasilnya di luar harapan dan para ilmuwan mencoba membenarkannya kembali sampai menjadi manusia sebelum modifikasi gen alias Divergent, jadi Divergent itu cuma manusia biasa. Saya setuju dengan review salah satu blogger, Ayu yang bilang kalau penulis lebih baik jangan membuat Dystopia jika latar belakang atau tema dystopianya masih belum kuat.
Ada lagi The Giver yang baru saya review kemaren, tapi karena bahasan saya rasa sudah cukup panjang, jadi saya tidak akan bahas lagi. Tapi kalau mau tahu settingnya, silakan lihat review saya, eniwei The Giver settingnya sudah sesuai dengan apa yang disebut dystopia kok.
Ada beberapa seri YA dystopia yang sudah terbit di Indonesia macam Matched, The Darkest Mind, Shatter Me, Under The Never Sky, The Maze Runner, dll tapi saya sudah tidak tertarik mengikutinya lagi karena membaca dari review sepertinya beberapa YA dystopia sudah berubah fungsi menjadi tempelan saja karena fokusnya bukan dunia dystopianya lagi (tapi diusahakan terlihat seperti novel dystopia). Selain itu plot ceritanya menjadi umum di mana sekelompok remaja merasa tidak cocok dengan dunianya dan melakukan pemberontakan lalu merubah sistem dystopia agar tidak menjadi semakin hancur, mungkin saya harus menyalahkan The Hunger Games yang telah membuat genre dystopia populer dan selanjutnya lahirlah buku-buku YA dengan latar yang dipaksa-paksain dystopia atau istilah kasarnya cuma dystopian wannabe. Eniwei, saya suka The Hunger Games kok :)
BTW, saya juga tidak akan membahas dystopia lain yang dunianya lebih cocok ke sub-genre Post Apocalyptic karena melibatkan zombie, vampir, malaikat, monster dll.
GIVEAWAY
Nah sekarang saatnya untuk pengumuman Giveaway. Karena bahasan saya dystopia maka buku yang saya kasih juga dystopia. Saya akan kasih 1 set trilogi Legend karangan Marie Lu (ini dari kolpri saya, kondisi masih bagus karena saya cuma baca 1 kali dan sudah tersampul plastik) untuk 1 orang pemenang.
Tidak termasuk rantai. |
Nah inilah peraturan giveawaynya (mohon diperhatikan):
- GA ini berlangsung mulai dari tanggal 1 - 13 April 2015.
- Pemenang akan diumumkan pada tanggal 15 April 2015.
- Pemenang akan diundi dari setiap peserta yang menjawab benar semua pertanyaannya.
- Peserta GA adalah yang memiliki alamat kirim di Indonesia.
- Selain pengumuman di blog, pemenang akan saya hubungi via email atau twitter, jadi pastikan salah satunya harus aktif.
- Apabila dalam waktu 3 hari setelah pemenang diumumkan tidak ada respon, maka saya akan pilih pemenang lain.
Nah sekarang cara mengikuti GA :
Gambar 1 |
Gambar 2 |
Gambar 3 |
Gambar 4 |
Gambar 5 |
Petunjuk: Semua pertanyaan saya sangat berhubungan dengan apa yang saya tulis di postingan ini, baik buku-buku yang hanya sekedar saya sebut atau buku-buku yang saya bahas.
Jika masih ada yang bingung atau ada yang ingin ditanyakan, silakan mention saya via twitter@arynity (mau minta petunjuk juga boleh, akan saya kasih max 1 petunjuk, hohoho) dan saya juga masih ada special GA grandprize pada tanggal 6 April ini:D
Jangan lupa untuk kunjungi dunia sains fiksi dan fantasi yang lain di:
EDIT (ada perubahan timeline untuk petunjuk GA grandprize).
Warm regards,
Jika masih ada yang bingung atau ada yang ingin ditanyakan, silakan mention saya via twitter
EDIT (ada perubahan timeline untuk petunjuk GA grandprize).
- Steven Sitongan - Blog Buku Haremi (2 April untuk special GA grandprize).
- Dion Yulianto - Baca Biar Beken (2 April untuk special GA grandprize).
- Abduraafi Andrian - Ough, My Books! (2 April untuk special GA grandprize).
- Priska Nurina - Lego, Ergo Cogito, Ergo Sum (3 April untuk special GA grandprize).
- Ira Mustika - Ira Book Lover (3 April untuk special GA grandprize).
- Sabrina Zheng - Notes of The Dreamer (3 April untuk special GA grandprize).
- Yovano Nalande - Kandang Baca (4 April untuk special GA grandprize).
- Lina Riyanty - Let Me Tell You a Story (4 April untuk special GA grandprize).
- Prasasti Purboningrum - Legitur (4 April untuk special GA grandprize).
- Alvina Ayuningtyas - Mari Ngomongin Buku (5 April untuk special GA grandprize).
- Cynthia Damayanti - Let's Read Between The Pages (5 April untuk special GA grandprize).
- Arkian Widi - Bukubuku (6 April untuk special GA grandprize).
- Wardahtul Jannah - Melukis Bianglala (6 April untuk special GA grandprize).
- Andrea Ika Hapsari - Kayla on Books (6 April untuk special GA grandprize).
- Renanda Puspita - Ren's Little Corner (7 April untuk special GA grandprize).
- Indah Tri Lestari - Threez's Stacks (7 April untuk special GA grandprize).
Warm regards,
Dulu sempet suka banget sama novel novel dystopia gini, tapi biasanya ceritanya gitu gitu aja sih.. jadi bosaan. Tapi kayaknya aku nemu buku baru yang rada beda yg the girl with all the gifts ituu. Moga moga aja beneran bagus
BalasHapusiya, masalahnya plot dystopia githu2 aja, Vin. Jadinya overdone githu.
HapusWah ternyata yang bosan sama distopia. XD
BalasHapusBtw, aku mau dong mba Champion-nya, Champion aja yang lain ga usah. Nyari ga nemu-nemu itu Champion. :'(
coba cari di OL shop, mbak. Banyak yang jual kok Championnya.
HapusAku belum baca unwind, nunggu punya semua serinya baru baca gitu hehe... Sepertinya seru.
BalasHapusIya sih. Saking booming-nya distopia, saya juga kadang bosan bacanya. Harus diseling sama genre lain biar segar pikirannya. :)
kalau tunggu versi Inggrisnya sih udah lengkap, kalau tunggu versi terjemahannya mungkin bisa sampai berjamur nunggunya.
HapusMakanya, abis baca dystopia, aku mau baca drama romantis aja atau historical fiction.
personally, aku kurang suka dystopia kak. Bahkan Hunger Games aja bacanya belum kelar ^^ kadang aku ngerasa jalan ceritanya ya gitu-gitu aja sih
BalasHapusiya sih emang ceritanya githu2 aja. THG masih luwes sih gaya penulisannya meski ceritanya punya plot yg mainstream.
HapusHonestly genre Dystopia memang salah satu yg bikin kita tertarik baca novel :D
BalasHapustergantung political viewsnya kalau dystopia
Hapusdystopia yang pernah kubaca baru Hunger Games.. belum sempat baca dystopia yang lain nih.. tapi keren postingannya :)
BalasHapusMakasih Hanifah. Ayo coba baca yg lain.
Hapusaku suka film-film dystopia, tapi belum terpanggil untuk menyukai bukunya. Divergent pun ga selesai. :)
BalasHapusDivergent masih mending ketimbang Insurgent.
HapusIya nonton filmnya cukup kok
Aturan hadiahnya divergent trilogy donk lin :p hahahha
BalasHapusBtw.. aku ga suka unwind. Itu buku dnf. Ngilu bacanya.
Ibu yg 1 ini masih keukeuh aja nawar Divergent-ku.
HapusAku malah suka Unwind.
ada lagi distopia juga, trilogi Slated. mirip2 juga sih ceritanya, tentang remaja yang dihilangkan ingatannya dan diberi kehidupan baru. ada lagi yang baru tuh Wool. baca distopia ini enaknya cukup satu atau dua trilogi ya yang dibaca. kalo semua dibaca, kerasa bener ceritanya gitu2 aja haha.
BalasHapusiya plotnya jadi overdone. Mending baca post apocalyptic ya
HapusAku suka novel dystopia (meskipun baru baca beberapa) dan film adaptasinya. Meskipun ceritanya mirip-mirip (dan terkadang ngebosenin) tapi tetap penasaran sama ceritanya :D
BalasHapusDari buku-buku yang disebutin di atas, udah baca trilogi Divergent, Catching Fire dan Mockingkjay, Delirium (tapi ga selesai, bosan ._.), The Scorch Trials, Uglies, dan sekarang lagi baca Pretties (buku kedua dari Uglies).
Senang deh ada yang bahas dystopia. Makasih kak :D
Delirium emang harus sabar karena di awal itu plotnya asli lamban. Tapi pas menjelang akhir baru seru.
HapusSama, saking sudah terlalu banyak novel distopia (dan seperti dibilang, kebanyakan malah distopianya tempelan), aku jadi ga tertarik lagi buat baca setelah THG. Aku malah balik ke belakang, distopia klasik atau yg sebelum 2000an macam The Giver gitu
BalasHapuscukup THG aja sih kalau untuk ranah YA-dystopia, kalau mau yg beneran baru George Orwell atau yg macam Fahrenheit 451
HapusYah, ada keterangan tambahannya :))
BalasHapusPadahal mau tanya itu rantainya juga ikut jadi hadiah atau kagak xD
Saya batja Uglies sekarang. So far so good meski pacenya perlahan pakai dewa.
Uglies ide udah bagus, world building juga lumayan cuma sayang eksekusinya kurang greget.
HapusAku suka Dystopia.... yang paling membekas di ingetan sampe sekarang masih Hunger Games.... Peeta dan katniss... jadi ga sabar mau liat film terakhirnya nanti :)
BalasHapusThanks ce Lina untuk kesempatan Giveaway nya :) Hadiahnya keren ^^
sama-sama.
HapusIya penasaran juga mau lihat Peet & Katniss pas dewasa.
Pertama kali suka Dystopia itu, waktu baca Uglies series -nya Scott Westerfeld, sukaa, keren :)
BalasHapuseh iya, kalaugak baca-baca disini kayaknya ya aku gak bakal tau kalau Unwind itu Dystopia dan series pula, abisnya belum dibaca segelnyapun belum dibuka, hehe...
Terima kasih GAnya yaa, aku ikutan lho... semoga bisa beruntung ^_^
Unwind itu nama serinya saja sudah mengandung dystopia karena Unwind Dystology ^^
HapusAsiknya kak Lina, kebagian ngebahas salah satu genre yang paling happening sekarang ini xD Tapi aku setuju sih makin lama makin banyak buku YA berlabel "dystopian" tapi setting dystopian itu sendiri cuma sebagai tempelan... Dikit banyak jadi harus selektif sebelum membaca :)
BalasHapusaku benernya kebagian high fantasy, pris. Untung Kang Opan bersedia tukeran.
Hapusgenre dystopia memang lagi hip ya sekarang sejak The Hunger Games. Aku paling suka 1984nya George Orwell. Itu ngerinya beneran deh. Paling penasaran sama brave new worldnya Aldous Huxley. Salnya katanya mendekati keadaan dunia sekarang.
BalasHapusAku masih agak rancu sama dystopia itu penting nggak sih njelaskan tentang keadaan pemerintah lalu, kenapa bisa terbentuk pemerintahan yang sekarang. Kalo dari buku dystopia terutama YA yang kubaca, rata-rata ceritanya kan tokoh utama memberontak mau ngembalikan ke pemerintahan dulu. Nah apa jaminannya kalo nanti kejadiannya ga berulang? *ini serius tanya*
Setuju deh kalo divergent itu maksa. Aku belum baca buku-bukunya sih, baru nonton filmnya. Tapi filmnya menimbulkan banyak banget pertanyaan. Sistem faksi itu kan kayanya menekan sifat alami manusia ya. No offense lho buat penggemar divergent. haha
Nah itu dia dystopia YA jadi plotnya jadi tipikal atau overdone githu. Mungkin dystopia sebaiknya gabung saja sama post apocalytics kalau untuk YA.
HapusKalau dystopia beneran jangan YA deh, karena plotnya bakal sama lagi.
Lin.. aku pengen hadiahnyaaa. T.T
BalasHapusSayang nggak boleh ikutan.
Bahasannya karen!
Soal Divergent, padahal latar dytopia-nya kurang kuat tapi kok bisa populer banget ya? Why?
lho aku kira Kang Opan udah ada trilogy Legend?
HapusSoal Divergent, menurutku orang mungkin ga peduli sama genre selama gaya penulisannya smooth untuk dibaca. Sayang saya tipe pembaca yg cerewet.
...."di mana sekelompok remaja merasa tidak cocok dengan dunianya dan melakukan pemberontakan lalu merubah sistem dystopia agar tidak menjadi semakin hancur"
BalasHapusSetuju bangeeett.. sekarang dystopian ceritanya itu-itu aja dan mulai ngebosenin